Gerakan Literasi Sekolah (GLS) SMKN 4 Lhokseumawe
Chilla Puspita Aura
Menjalani dua sisi dunia belajar menjadi satu pengalaman luar biasa dalam hidup saya yang sedang menuntut ilmu, yaitu ilmu dunia dibarengi ilmu akhirat. Belajar di sekolah sebagai siswi dan juga di dayah (pesantren) sebagai santriwati. Saya ingin berbagi cerita pada generasi remaja yang untuk mendapatkan ilmu yang berimbang, ya ilmu dunia dan ilmu bekal untuk akhirat. Pengalaman hidup menjadi santri sangat lah tidak mudah apalagi sambil bersekolah. Namun jika saya tidak pernah menjadi santri, mungkin saya tidak tahu apa itu arti dari kebersamaan. Komunitas yang berbeda antara komunitas kekerabatan di dayah tidak sama dengan kebersamaan di sekolah. Disini saya akan membagikan pengalaman saya saat ini menjadi santri sekaligus menjadi seorang siswi. SMKN 4 Lhokseumawe menjadi pilihan saya untuk menimba ilmu di bidang Desain Komunikasi Visual (DKV), satu ilmu ketrampilan digital yang sangat menjanjikan bagi hidup saya meniti karir bidang digital ini nantinya setelah lulus sekolah. Tidak jauh dari sekolah, terdapat satu pondok pesantren Darul Yaqin namanya, yang sebagian besar santrinya merupakan siswa SMKN 4 Lhokseumawe dari luar daerah Lhokseumawe. Walaupun saya bukan siswa dari luar kota, namun saya memilih mondok menjadi santri di dayah tersebut seiring saya bersekolah. Perjalanan menjadi seorang santri dan sekaligus menjadi siswa tentu akan memberikan warna yang berbeda, namun sepahit-pahit nya mondok sambil sekolah, pasti ada momen serunya dan pasti bakal bikin kangen.
Semenjak saya masih duduk di bangku sekolah Dasar, saya sering menonton serial kun anta di televisi, film itu menceritakan tentang keseruan anak-anak yang mondok di pesantren yang sehari harinya belajar ilmu pengetahuan dan ilmu agama, nah dari situ lah saya tertarik untuk mengaji sekaligus menuntut ilmu di pondok pesantren atau dayah, sambil saya sekolah. Walaupun saat itu, sebenarnya orang tua saya belum bisa mengizinkan saya untuk mondok di pesantren, dengan alasan kedua orang tua saya belum bisa melepaskan saya hidup di pesantren karena masih menganggap saya anak kecil yang belum bisa berpisah tempat tinggal dengan orang tua, namun saya tetap meyakinkan kedua orang tua saya bahwa saya sudah bisa belajar menjadi dewasa untuk tinggal di pesantren.
Sejak saya menjadi santri di dayah, banyak sekali pengalaman dan kesan yang saya alami, bagi saya pondok pesantren memberikan pelajaran yang sangat berarti, memberikan saya pelajaran bagaimana hidup mandiri, tanpa harus bermanja setiap hari segala sesuatu dipenuhi oleh orang tua. Pembelajaran hidup mandiri harus saya biasakan sejak dini, seperti mencuci, ikut memasak di dapur, membersihkan kamar atau bilik dan juga mematuhi segala peraturan di pesantren sebagai wujud pembelajaran disiplin bagi saya. Jauh dari orang tua dan keluarga, saya tidak merasa sendiri, disana saya banyak bertemu dengan teman teman baru yang sangat baik, dan bertemu ustazah-ustazah yang siap menjadi ibu kedua bagi santri di pesantren, karena itulah saya sangat betah tinggal di pesantren. Di pondok pesantren banyak suka duka yang saya alami selama menjadi santriwati, mulai dari melanggar peraturan, masbuq di ketika shalat berjamaah, telat ke sekolah dikarenakan ketiduran setelah ngaji subuh dan masih banyak lagi. Tetapi momen bersama-teman di pesantren adalah momen yang paling dikenang, mulai dari makan bareng, tidur bareng di bilik kamar yang luas beralaskan kasur tanpa ranjang, shalat bareng, terkadang tidak mematuhi peraturanpun ramai sehingga di hukum bareng bareng. Sebagai santri yang juga menimba ilmu di sekolah SMK, saya harus benar-benar mengontrol waktu dengan baik dikarenakan saya sekolah di luar pesantren karena tahun pertama saya masuk SMK yaitu tahun 2023 belum ada sekolah menengah atas di pesantren ini. Selama saya duduk di bangku SMK ini saya sering menjadi lebih lelah dikarenakan tugas sekolah numpuk, hafalan di pesantren juga banyak, saya sering berfikir bagaimana caranya saya selesaikan kedua perkara dunia belajar ini sekalian. Kadangkala godaan datang juga dari teman-teman di pesantren yang tidak bersekolah, namun hanya menjadi santri disana, ya godaan tidak usah sekolah saja cukup dengan belajar ilmu agama saja di pesantren, sehingga saya tidak banyak memusingkan tugas-tugas yang diberikan guru di sekolah. Tetapi saya berfikir bahwa sekolah juga penting karena setiap manusia pasti memproritaskan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan dunia dan kebahagian akhirat bagaimana cara mencapai kebahagiaan tersebut? Yaitu dengan cara cari dan dapat keduanya. Saya pernah memotivasikan diri saya sendirijika Sukses itu butuh perjuangan, seperti satu pepatah mengatakan berakit rakit ke hulu, berenang renang ketepian, bersakit sakit dahulu bersenang senang kemudian”. Walaupun lelah, ternyata mondok sambil sekolah itu juga sangat seru bagi saya, karena kita tidak hanya banyak teman di lingkungan pesantren tetapi juga bisa dapat banyak teman di lingkungan luar. Sekolah sambil mondok membawa nuansa segar dalam dunia pendidikan, ini bukan hanya tentang menghafal ayat ayat suci, tetapi juga tentang menjelajahi ilmu pengetahuan, membangun karakter, dan persahabatan serta persaudaraan. Melalui konsep mondok sambil sekolah ini generasi muda dibekali dengan pengetahuan yang kokoh dan spiritualitas yang mendalam, sehingga hidup menjadi berimbang, antara kebutuhan hidup di dunia dan kebutuhan bekal akhirat. Karena teman, hidup ini adalah bagian dari perjalanan yang menuju ke satu tujuan yaitu akhirat, dan bekal menuju kesana adalah dengan ilmu. Mengingatkan dua arti dari ayat Al Qur’an, “Kuciptakan jin dan Manusia hanyalah untuk beribadah kepadaKu”, disini kewajiban kita menuntut ilmu agama agar kita dapat sempurna menjalankan ibadah kepada sang Pencipta. Kemudian mengingatkan ayat al Qur’an yang lain, yaitu “Wahai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus atau melintasi langit dan bumi, tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya, kecuali dengan kekuatan (Ilmu) dari Allah SWT”. Dengan dasar motivasi tersebut, menjadi inspirasi bagi saya jika masa depan yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga berakhlak mulia dengan pembentukan ilmu agama dari menjalani dan menikmatinya pada keseruan hidup kebersamaan di pondok pesantren dan belajar bersama di sekolah.