ACEHSIANA.COM, Surabaya – Ma’had Aly, perguruan tinggi keagamaan Islam berbasis pesantren, dituntut untuk terus melestarikan tradisi pengajaran kitab kuning. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas Ma’had Aly sebagai lembaga yang mencetak ahli ilmu-ilmu agama.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Afifuddin Muhadjir, saat menjadi narasumber dalam pertemuan Mudir Ma’had Aly se-Indonesia. Kegiatan ini berlangsung di Surabaya, 25 – 27 Januari 2024.
Menurut Kiai Afif, kitab kuning menjadi pembeda antara Ma’had Aly sebagai lembaga pendidikan tinggi pesantren dengan lembaga pendidikan tinggi non pesantren. Kitab kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di pesantren.
“Dan kitab kuning yang dikaji di Ma’had Aly diutamakan kitab kuning yang lama. Sebab lebih sulit dibanding kitab kuning yang ditulis belakangan,” ujarnya, Jumat (26/1/2024).
Kiai Afif menilai, mampu memahami kitab kuning yang sulit lebih memuaskan daripada membaca kitab yang mudah. Hal itu juga menjadi bukti bahwa yang bersangkutan benar-benar dapat membaca kitab kuning dengan baik.
Untuk itu, peraih gelar doktor honoris causa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang tersebut mengharuskan mahasantri Ma’had Aly menguasai ilmu-ilmu yang mendukung pemahaman terhadap kitab kuning.
“Harus menguasai ilmu Nahwu, Sharaf, kalau bisa sekaligus ilmu Balaghah dan kaidah-kaidah Ushul Fikih,” tambahnya.
Kiai Afif juga berpesan agar pengelola Ma’had Aly benar-benar memperhatikan proses seleksi masuk. Proses rekrutmen mahasantri di Ma’had Aly harus menggunakan pendekatan penyaringan, bukan penjaringan.
“Artinya harus ada seleksi yang ketat bagi yang hendak belajar di Ma’had Aly. Tidak boleh asal terima,” imbuhnya.
Pernyataan Kiai Afif tersebut diamini oleh para mudir Ma’had Aly yang hadir dalam forum tersebut. Ahmad Muzakki misalnya, mudir Ma’had Aly Zainul Hasan Genggong Probolinggo Jawa Timur ini mengaku sangat berhati-hati dalam menerima mahasantri baru.
“Kami benar-benar menerapkan standar yang ketat dalam menyeleksi calon mahasantri,” ucapnya.
“Kalau pendaftar tidak bisa membaca kitab kuning dengan baik, maka kami tidak menerimanya,” tambahnya.
Hal senada disampaikan oleh Arinal Haq Zakiyyat, mudir Ma’had Aly Amtsilati Jepara Jawa Tengah. Menurutnya, menjaga kualitas Ma’had Aly lebih penting ketimbang mengejar kuantitas.
“Semua pendaftar Ma’had Aly Amtsilati harus mampu membaca kitab kuning dengan baik. Kalau pendaftar tersebut tetap hendak kuliah di Ma’had Aly Amtsilati, maka kami wajibkan untuk mengikuti matrikulasi,” bebernya.
Forum pertemuan Mudir Ma’had Aly ini dihadiri oleh sejumlah narasumber. Selain KH. Afifuddin Muhadjir, narasumber lainnya adalah Prof. Abd. A’la Basyir, Prof. Nur Syam dan Gus Aminuddin Zain. Sebanyak 79 Mudir Ma’had Aly se-Indonesia tampak antusias mengikuti jalannya forum.
Ma’had Aly adalah perguruan tinggi keagamaan Islam yang menyelenggarakan pendidikan akademik dalam bidang penguasaan ilmu agama Islam (tafaqquh fiddin) berbasis kitab kuning yang diselenggarakan oleh pondok pesantren. Ma’had Aly memiliki sejumlah kemiripan dengan pendidikan tinggi yang dikelola oleh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, namun memiliki kekhasan dalam kurikulum, metode, dan bahasa pengantar. (*)
Editor: Darmawan