Leading News For Education For Aceh
IndeksRedaksi

Ketum IGI Kritisi Kebijakan Pendidikan Jokowi-Ma’ruf

Infografis Ratas Pendidikan (doc. Setkab.gp.id)

ACEHSIANA.COM, Makassar – Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim mengkritisi kebijakan pendidikan Jokowi – Ma’ruf Amin. Kritikan tersebut disampaikan Ramli kepada acehsiana.com setelah mempelajari arahan Presiden Jokowi pada rapat terbatas Program Pendidikan dan Beasiswa di Makassar pada Selasa (12/11).

Menurut Ramli, tahun 2019 hanya 60 ribu lebih guru yang rencananya diangkat. Sementara berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemdikbud, lanjut Ramli, komposisi guru kita didominasi PNS berumur dan sebentar lagi pensiun. Ramli menambahkan bahwa kini mayoritas guru tersebut menjabat pengawas dan kepsek yang sudah tidak lagi bersentuhan dengan siswa karena tak punya kewajiban mengajar.

Belum lagi pemda, kata Ramli, yang makin gemar menggeser guru ke struktural yang membuat honorer guru yang terhinakan oleh pemerintah dengan pendapatan Rp.100 ribuan per bulan mendominasi ruang-ruang kelas. Padahal, ungkap Ramli, disaat bersamaan kegiatan-kegiatan Kemdikbud dilaksanakan di hotel-hotel mewah.

“Guru-guru kita mayoritas honorer pada usia yang lebih muda dan jika terjadi mogok massal honorer maka bisa dipastikan pendidikan kita lumpuh total,” ujar ketum IGI itu.

Ramli mencontohkan guru-guru terbaik akan diangkat jadi kepala sekolah (kepsek), kepsek terbaik kabarnya akan diangkat jadi pengawas, guru terbaik diangkat jadi pejabat. Maka, terang Ramli, tertinggallah guru-guru “bukan terbaik” mengisi ruang-ruang kelas kita.

“Jika terus demikian, lalu apa yg bisa diharapkan bagi anak-anak bangsa kita dimasa depan?” tanya Ramli.

Ketua umum IGI itu menjelaskan bahwa saat ini kemampuan matematika alumni kita sangat rendah. Program Gernas Tastaka (Gerakan Nasional Pemberantasa Buta Matematika) harus digerakkan oleh senior-senior IGI, terang Ramli. Belum lagi budaya literasi yang jongkok ditambah dengan kemampuan sains yang tidak memadai.

“Sementara Rapat Terbatas Program Pendidikan dan Beasiswa di Kantor Presiden, dimana guru  tampaknya tak mendapat perhatian Presiden. Ini sangat ironis. Padahal dalam UU Nomor 14 Tahun 2015 Pasal 24 sangat tegas diperintahkan kepada Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan guru, baik jumlah, kualifikasi akademik maupun kompetensi guru secara merata,” tutup Ramli. (*)