ACEHSIANA.COM, Teheran – Setelah sepekan penyelidikan, akhirnya terungkap bahwa dua warga negara Iran diduga turut membantu Mossad, badan intelijen teroris Israel, dalam pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, pada 31 Juli 2024 dini hari di Teheran, Iran.
Kedua individu tersebut adalah anggota Unit Keamanan Ansar al-Mahdi dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC).
Menurut laporan dari Anadolu Agency, kedua anggota IRGC tersebut direkrut oleh Mossad. Mereka menunjukkan perilaku mencurigakan ketika mendatangi wisma tamu tempat Haniyeh menginap di Kompleks Saadabad, Teheran, beberapa jam sebelum pemimpin Hamas itu dibunuh.
Diduga, pada saat itulah mereka memasang bom di kamar yang biasa digunakan oleh Haniyeh.
Dalam rekaman CCTV, kedua agen terlihat bergerak diam-diam di lorong menuju kamar Haniyeh. Mereka menggunakan kunci untuk membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan.
Tiga menit kemudian, mereka keluar dengan tenang, menuruni tangga, dan meninggalkan gedung dengan sebuah mobil hitam, menurut laporan Jewish Chronicle.
Kedua anggota IRGC tersebut dilaporkan menerima sejumlah uang besar dan dievakuasi ke negara Eropa utara oleh Mossad, satu jam setelah bom dipasang.
Mossad kemudian menunggu waktu yang tepat untuk mengeksekusi rencana pembunuhan.
Haniyeh berada di Teheran untuk menghadiri pelantikan Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian. Mossad, dengan bantuan unit intelijen 8200 IDF, menyadap panggilan telepon antara penyelenggara pelantikan dan tamu undangan, termasuk konfirmasi kedatangan Haniyeh.
Setelah konfirmasi diterima, Mossad melancarkan rencana pembunuhan di wisma tamu tempat Haniyeh biasa menginap.
Dalam serangan yang terjadi pada 31 Juli 2024, Haniyeh dan pengawal pribadinya yang juga merupakan Wakil Komandan Brigade Al-Qassam, Wasim Abu Shaaban, tewas.
Pembunuhan ini terjadi sehari setelah pelantikan Pezeshkian, yang juga menjadi penampilan publik terakhir Haniyeh.
Iran dan Hamas menuduh penjahat perang Israel sebagai dalang di balik pembunuhan ini, meskipun Tel Aviv belum memberikan konfirmasi atau bantahan resmi.
Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan teroris Israel dilaporkan meningkat setelah insiden ini. Menurut laporan Washington Post, tiga pejabat Gedung Putih mengklaim bahwa pelaku genosida Israel memberi tahu AS bahwa mereka bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh.
Pejabat AS dikatakan terkejut dan marah karena tindakan sepihak Israel yang dianggap merusak upaya gencatan senjata di Gaza.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, memperingatkan Iran dan penjajah Israel agar tidak meningkatkan konflik di Timur Tengah.
Blinken menegaskan komitmen kuat AS terhadap keamanan Israel, meskipun juga mendesak semua pihak di kawasan untuk menahan diri guna menghindari eskalasi lebih lanjut.
Pembunuhan Haniyeh memicu reaksi keras dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang menjanjikan “hukuman keras” bagi teroris Israel sebagai balasan.
Khamenei menyatakan bahwa adalah tugas Iran untuk membalas kematian Haniyeh, yang terjadi di tanah Iran. (*)
Editor: Darmawan