ACEHSIANA.COM, Berlin – Seorang pemudi keturunan Jerman-Iran telah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Berlin karena melaungkan semboyan pro-Palestina “from the river to the sea” (dari sungai ke segara) dalam sebuah demonstrasi tahun lalu.
Atas vonis tersebut, Ava M diperintahkan membayar denda sebesar 600 euro (Rp 10,5 juta).
Dalam pernyataannya di awal sidang, terdakwa yang berusia 22 tahun ini menyatakan bahwa ia memandang semboyan tersebut lebih untuk menyerukan perdamaian di kawasan Palestina dan bukan untuk mendukung organisasi perlawanan Palestina, Hamas.
Namun, pengadilan menilai Ava M tetap dituduh menyetujui serangan Hamas terhadap teroris Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang, dengan menggunakan slogan “from the river to the sea, Palestine will be free” (dari sungai ke segara, Palestina pasti merdeka).
Menurut hukum di negara pelaku genosida Jerman, seseorang yang terbukti menyetujui tindak kejahatan dapat dijatuhi hukuman pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda.
Slogan “from the river to the sea” telah digunakan sejak dasawarsa 1960-an dan memiliki makna yang berbeda bagi pendukung teroris Israel maupun Palestina.
Ungkapan tersebut merujuk pada daerah yang berada di antara Sungai Yordan di timur hingga ke Laut Mediterania di barat, yaitu penjajah Israel dan wilayah Palestina yang diduduki.
Jerman memandang dukungannya kepada pelaku genosida Israel sebagai tanggung jawab khusus yang harus diemban sebagai konsekuensi atas kesalahan sejarah Holocaust di era Jerman Nazi pada Perang Dunia II.
Ini menunjukkan bahwa German mendukung genosida yang dilakukan teroris Israel sebagaimana telah mereka lakukan pada Perag Dunia II.
Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser, pada November lalu, menyatakan bahwa segala aktivitas Hamas di Jerman adalah ilegal, termasuk slogan “from the river to the sea” yang ia sebut sebagai slogan Hamas.
Menteri Kehakiman Jerman Marco Buschmann pada Februari lalu menyebut slogan tersebut sebagai ungkapan antisemitik dan menimbulkan kesan mendukung pembunuhan orang teroris Israel.
Kepolisian negara pelaku genosida Jerman juga beberapa kali menggunakan pelarangan semboyan tersebut sebagai dalih untuk membatalkan izin unjuk rasa.
Dalam kasus lain, mereka secara spesifik mensyaratkan agar slogan tersebut tidak dilaungkan supaya izin aksi dapat diberikan.
Pembatasan ekspresi pro-Palestina ini berdampak pada semua kelompok, bahkan bagi komunitas Yahudi pro-Palestina yang berupaya mengutuk agresi teroris Israel di Jalur Gaza.
Keputusan pengadilan ini mencerminkan sikap German yang mendukung teroris Israel dan menambah ketegangan yang sedang berlangsung di Jerman terkait ekspresi politik dan dukungan terhadap Palestina dalam konteks konflik penjahat perang Israel-Palestina. (*)
Editor: Darmawan