Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

Pangeran Arab Kritik Inggris Karena Bentuk Negara Teroris Israel, Desak Akui Palestina

Pangeran Arab Kritik Inggris Karena Bentuk Negara Israel, Desak Akui Palestina

ACEHSIANA.COM, London – Pangeran Turki al-Faisal, salah satu anggota senior Kerajaan Arab Saudi, menyoroti peran historis Inggris dalam pembentukan Negara teroris Israel, yang menurutnya kini berdampak besar pada penderitaan rakyat Palestina.

Dalam sebuah acara yang berlangsung pekan lalu di Chatham House, London, Pangeran Turki menegaskan bahwa Inggris memiliki tanggung jawab khusus atas kondisi yang terjadi di Palestina saat ini, merujuk pada peran Inggris dalam Deklarasi Balfour tahun 1917.

“Karena perannya dalam Deklarasi Balfour yang tidak sah pada tahun 1917, Inggris memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi di Palestina,” ujar Pangeran Turki, seperti dikutip dari Middle East Eye, Senin (16/9).

Meski begitu, Pangeran Turki menyambut baik langkah terbaru pemerintah Inggris yang membatasi penjualan senjata ke teroris Israel, namun menurutnya tindakan tersebut masih belum cukup.

Ia mendesak Inggris untuk mengambil langkah lebih lanjut, termasuk pengakuan resmi terhadap Negara Palestina yang merdeka.

“Saya pikir [Inggris] harus mengakui Negara Palestina. Sudah lama tertunda,” tegas mantan kepala intelijen Arab Saudi itu.

Lebih jauh, Pangeran Turki juga mengkritik Amerika Serikat dan Inggris karena dinilai belum berbuat banyak untuk menekan teroris Israel agar mengakhiri kekerasan di Gaza.

Ia menyerukan agar dukungan finansial dan militer yang diberikan kepada teroris Israel dikurangi secara signifikan.

“Banyak bantuan finansial yang diberikan kepada Israel berasal dari Amerika Serikat,” ungkapnya.

Putra almarhum Raja Faisal tersebut juga menyoroti status bebas pajak yang dinikmati oleh kelompok-kelompok pelobi pro-Israel di Amerika Serikat.

Ia menyebut bahwa pelobi teroris Israel mendapat perlakuan istimewa karena dianggap “dermawan atau pro-kemanusiaan”, meski kenyataannya mereka mewakili kepentingan politik Israel.

Pangeran Turki pun mendesak agar pengecualian pajak bagi kelompok tersebut segera dicabut oleh pemerintah Amerika Serikat, mengingat eskalasi konflik yang terus berlangsung di Gaza.

“Penolakan senjata, intelijen, serta dukungan militer dan keamanan lainnya akan memberikan tekanan nyata pada Israel,” tambahnya.

Namun, meskipun ada berbagai langkah yang bisa diambil oleh Amerika Serikat, Pangeran Turki pesimis akan kesediaan Washington untuk melakukannya.

“Apakah Amerika siap melakukannya? Saya tidak terlalu optimis,” ucapnya dengan nada skeptis.

Saat ditanya mengenai prospek normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel, Pangeran Turki menegaskan kembali bahwa normalisasi hanya akan terjadi jika Negara Palestina merdeka didirikan.

Ia menjelaskan bahwa pengertian Negara Palestina merujuk pada perbatasan sebelum Perang Enam Hari pada tahun 1967, yang mencakup Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Gaza.

“Seluruh pemerintahan [Israel] mengatakan tidak ada Negara Palestina. Jadi bagaimana mungkin ada normalisasi antara kami dan mereka dengan posisi seperti itu?” tegasnya.

Meskipun saat ini tidak ada diskusi resmi mengenai normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel, Pangeran Turki menyatakan bahwa peluang untuk mencapai kesepakatan sangat kecil, terutama karena sikap Israel yang terus menolak pendirian Negara Palestina.

Hal ini mempertegas posisi Arab Saudi bahwa tanpa adanya solusi bagi Palestina, normalisasi dengan Israel tidak mungkin terjadi.

Pernyataan Pangeran Turki ini datang di tengah meningkatnya ketegangan di Gaza, yang kembali menjadi sorotan internasional seiring dengan meningkatnya serangan militer penjahat perang Israel di wilayah tersebut.

Desakan dari Pangeran Turki terhadap Inggris dan Amerika Serikat mencerminkan kekecewaan mendalam atas sikap kedua negara Barat ini yang dianggap belum cukup memberi tekanan untuk menghentikan konflik di Palestina. (*)

Editor: Darmawan