ACEHSIANA.COM, Jakarta – Kelas menengah di Indonesia tengah menghadapi kondisi yang terhimpit. Kenaikan harga bahan makanan ditambah dengan gaji yang stagnan telah menekan daya beli kelas ini. Apabila tak ‘ditolong’, kelas menengah-bawah terancam bisa turun ke golongan warga miskin.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan bahwa kelas menengah ke bawah ini tidak memperoleh bantuan sosial.
Namun, mereka sebenarnya sangat tertekan oleh gejolak harga. Menurutnya, jika harga komoditas yang diatur pemerintah naik, kelas ini bisa jatuh ke garis kemiskinan.
“Biasanya jika ada harga yang diatur pemerintah naik, mereka akan berubah status menjadi miskin karena pendapatannya di bawah garis kemiskinan,” kata Nailul pada Senin, (15/7) di Jakarta.
Nailul menambahkan bahwa tugas utama pemerintah untuk kelas ini adalah memastikan inflasi terjaga dan adanya subsidi. Subsidi yang dibutuhkan, kata dia, adalah untuk kebutuhan pokok, seperti BBM dan pendidikan.
“Bagi kelompok ini tugas utama pemerintah adalah memberikan subsidi bagi kebutuhan primer dan sekunder,” kata dia.
Sebelumnya, pelemahan daya beli masyarakat terekam dalam berbagai data ekonomi makro Indonesia. Tekanan daya beli itu berdampak pada realisasi penerimaan negara pada paruh pertama 2024 yang merosot cukup tajam.
Selama semester I, pemerintah mencatat realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri (DN) terkontraksi sebesar 11% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sejalan dengan kondisi tersebut, pajak sektor industri perdagangan yang memiliki porsi 24,79% dari total penerimaan pajak, hanya mencatatkan pendapatan sebesar Rp 211,09 triliun atau turun 0,8% dari tahun lalu.
Di saat yang bersamaan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun selama tiga bulan beruntun, meski masih pada level optimistis atau di atas 100.
IKK yang dirilis Bank Indonesia terakhir pada Juni 2024 berada pada level 123,3 atau jauh lebih rendah dari posisi Mei 2024 yang sebesar 125,2, bahkan anjlok dibanding posisi April 2024 yang sebesar 127,7.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan, mengatakan bahwa melihat kondisi kelas menengah yang tengah tertekan, dia meminta pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif dengan daya beli masyarakat.
“Justru harus memberikan insentif,” kata dia.
Dia menambahkan bahwa selama ini, kelas menengah tidak mendapatkan insentif apapun. Sementara, kelas bawah selama ini sudah mendapatkan insentif berupa bansos atau bantuan langsung tunai.
Abdul Manap menekankan bahwa kelas menengah perlu mendapatkan perhatian karena kontribusinya terhadap perekonomian cukup besar, mencapai 35%.
Dia mengatakan daya beli kelas menengah yang tertekan tentu bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Karena kalau kelas menengah ini tidak puas, kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi akan lemah,” katanya.
Dengan kondisi yang kian menekan, pemerintah diharapkan segera mengambil langkah-langkah konkret untuk membantu kelas menengah, termasuk mempertimbangkan pemberian subsidi dan insentif yang tepat sasaran agar mereka tidak jatuh ke dalam kemiskinan. (*)
Editor: Darmawan