Acehsiana.com – Banda Aceh – Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Martunis, memberikan klarifikasi terkait pemberitaan sebelumnya yang menyebutkan dirinya mengabaikan mutu pendidikan dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 7 miliar untuk pengadaan tempat sampah di sekolah.
Menurut Martunis, narasi tersebut tidak sepenuhnya akurat dan cenderung menyesatkan. Ia menegaskan bahwa mutu pendidikan tidak hanya diukur dari aspek akademik atau vokasi semata, melainkan juga karakter siswa yang terbentuk melalui pembiasaan perilaku positif di lingkungan sekolah.
“Mutu pendidikan itu mencakup dua aspek utama: kompetensi dan karakter. Program pengadaan sarana kebersihan seperti tempat sampah merupakan bagian dari upaya membentuk karakter siswa, khususnya perilaku hidup bersih dan sehat,” kata Martunis kepada wartawan, Kamis (25/4/2025).
Ia menjelaskan, manajemen sekolah nantinya akan menjalankan program pembiasaan perilaku bersih dan sehat, termasuk pemilahan sampah dan membuang sampah pada tempatnya.
“Ini bagian dari pendidikan karakter yang relevan dengan program nasional seperti Gerakan Sekolah Sehat (GSS) dan Sekolah Adiwiyata, yang menekankan pentingnya lingkungan sekolah yang sehat dan ramah lingkungan,” tambahnya.
Martunis menyebutkan bahwa Gerakan Sekolah Sehat adalah program nasional dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang bertujuan menciptakan lingkungan belajar yang sehat secara jasmani dan rohani. Sementara Sekolah Adiwiyata mendorong sekolah untuk menjadi pelopor dalam menjaga dan melestarikan lingkungan.
Tidak Hanya Tempat Sampah
Lebih lanjut, Martunis menegaskan bahwa pengadaan tempat sampah hanyalah satu bagian kecil dari berbagai program strategis yang dijalankan oleh Dinas Pendidikan Aceh dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di daerah tersebut.
“Fokus kami tidak tunggal pada tempat sampah. Justru kami juga mengalokasikan anggaran besar untuk program-program strategis yang berdampak langsung pada peningkatan kualitas pendidikan,” katanya.
Adapun sejumlah program strategis yang dimaksud antara lain:
1. Revitalisasi Pendidikan Vokasi sebesar Rp 69,5 miliar, untuk meningkatkan kesiapan siswa dalam menghadapi dunia kerja.
2. Penguatan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) sebesar Rp 13,4 miliar, yang bertujuan mencetak siswa unggul di bidang sains dan teknologi.
3. Digitalisasi Pendidikan dengan alokasi Rp 6,2 miliar, guna mempercepat integrasi teknologi dalam proses belajar mengajar.
4. Pemenuhan Sarana dan Prasarana Sekolah dengan anggaran Rp 51,4 miliar untuk memperbaiki infrastruktur pendidikan.
Martunis menyayangkan jika publik hanya menyoroti satu item pengadaan tanpa melihat konteks besar upaya yang sedang dilakukan pihaknya.
“Seharusnya narasi yang dibangun itu menyeluruh dan proporsional. Jangan sampai upaya pembentukan karakter dan peningkatan mutu pendidikan disederhanakan hanya menjadi soal tong sampah,” ujarnya.
Ajak Publik Dukung Transformasi Pendidikan
Dalam kesempatan itu, Martunis juga mengajak masyarakat dan media untuk bersama-sama mendukung program transformasi pendidikan di Aceh. Ia menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak agar generasi muda Aceh dapat tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, terampil, dan berkarakter.
“Kami terbuka terhadap kritik, tetapi alangkah baiknya jika kritik tersebut konstruktif dan disampaikan dalam semangat membangun pendidikan Aceh yang lebih baik,” tutup Martunis.
Sebelumnya, sebuah media lokal memberitakan bahwa Dinas Pendidikan Aceh mengabaikan mutu pendidikan dengan mengalokasikan Rp 7 miliar untuk pengadaan tempat sampah. Pemberitaan itu memicu berbagai tanggapan dari masyarakat. Namun dengan klarifikasi ini, Martunis berharap masyarakat bisa memahami bahwa kebijakan tersebut merupakan bagian dari strategi menyeluruh untuk membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berperilaku positif dalam kehidupan sehari-hari.