Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi
OPINI  

Harmoni Eksekutif dan Legislatif: Kunci Percepatan Pembangunan Daerah

Penulis : Ir. Muhammad Hatta, SST. MT. CPS. CPPS. CMPS. CCLS. CTRS. CCHS

Mahasiswa Program Doktoral IAIN Lhokseumawe dan Ketua Komunitas Pemuda Subuh (Kompas) Aceh Utara. 

Di panggung demokrasi daerah, eksekutif dan legislatif seharusnya menari dalam irama yang selaras, bukan saling meniadakan dalam simfoni yang sumbang. Keduanya adalah poros utama yang menentukan arah pembangunan. Eksekutif sebagai penggerak kebijakan, legislatif sebagai penjaga keseimbangan dan pengawas kebijakan publik. Ketika harmoni terjalin, akselerasi pembangunan menjadi keniscayaan. Namun, ketika disharmoni mewarnai relasi, pembangunan hanya akan menjadi wacana yang tertahan dalam pusaran kepentingan politik.

Sejarah telah mengajarkan bahwa daerah yang berhasil tumbuh dan berkembang adalah yang mampu membangun sinkronisasi antara kebijakan eksekutif dan dukungan legislatif. Tanpa hal itu, investasi tersendat, kesejahteraan mandek, dan kemiskinan tetap menjadi bayang-bayang kelam. Banyak daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah, tetapi masih bergulat dengan pengangguran dan kemiskinan. Ini adalah ironi yang menuntut jawaban. Mengapa daerah kaya tetap tertatih dalam pembangunan?

Jawabannya terletak pada sinergi politik yang belum sepenuhnya optimal. Di banyak daerah, hubungan antara eksekutif dan legislatif kerap diwarnai tarik-menarik kepentingan yang berujung pada stagnasi kebijakan. Anggaran pembangunan tersendat karena perbedaan visi, regulasi yang mestinya mempercepat investasi justru tertahan dalam birokrasi, dan kebijakan kesejahteraan rakyat tak kunjung dieksekusi karena politik lebih dominan dibanding urgensi publik.

Membangun Simbiosis, Bukan Kompetisi

Kita perlu menggeser paradigma dari politik konfrontatif menuju politik kolaboratif. Perbedaan pandangan antara eksekutif dan legislatif adalah hal wajar dalam demokrasi, tetapi ketika kepentingan rakyat menjadi tujuan utama, seharusnya perbedaan itu justru menjadi energi positif, bukan penghambat. Sikap saling menguatkan, bukan melemahkan, adalah kunci untuk mempercepat pembangunan daerah.

Pertama, eksekutif harus bersikap transparan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Tanpa transparansi, kepercayaan legislatif akan goyah, dan dukungan politik sulit dibangun. Pemimpin daerah yang visioner tidak cukup hanya memiliki ide besar, tetapi juga harus mampu mengajak legislatif dalam satu visi yang sama.

Kedua, legislatif harus menjalankan fungsi pengawasan tanpa terjebak dalam kepentingan politis yang menghambat eksekusi kebijakan. Kritik terhadap eksekutif perlu berbasis data dan kebutuhan publik, bukan sekadar retorika politik. Legislator yang benar-benar berpihak pada rakyat harus mampu melepaskan ego partai demi kepentingan bersama.

Ketiga, dibutuhkan platform komunikasi yang lebih efektif antara eksekutif dan legislatif. Di banyak daerah, konflik terjadi karena miskomunikasi, bukan karena perbedaan kepentingan yang mendasar. Forum rutin yang mempertemukan kepala daerah dengan pimpinan legislatif harus menjadi budaya politik, bukan sekadar formalitas.

Dampak Positif bagi Investasi dan Kesejahteraan

Jika harmoni eksekutif-legislatif terjalin dengan baik, dampaknya akan terasa nyata. Iklim investasi akan lebih kondusif karena kepastian regulasi terjaga. Investor tidak akan ragu menanamkan modal jika melihat komitmen yang solid dari pemerintah daerah dan legislatif dalam mendukung pembangunan.

Selain itu, percepatan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan akan lebih mudah terlaksana. Program pengentasan kemiskinan bisa berjalan tanpa hambatan birokrasi yang dipolitisasi. Masyarakat tidak akan lagi menjadi korban tarik-ulur kepentingan politik, tetapi menjadi penerima manfaat dari kebijakan yang efektif dan berkelanjutan.

Saatnya Mengubah Arah

Kita tidak bisa terus terjebak dalam siklus politik yang hanya melahirkan kebuntuan. Pembangunan daerah harus menjadi proyek bersama, bukan medan pertarungan kekuasaan. Jika eksekutif dan legislatif mampu melihat bahwa persatuan lebih produktif daripada perpecahan, maka harapan akan daerah yang maju dan sejahtera bukan lagi sekadar janji kampanye, melainkan realitas yang dapat dirasakan oleh rakyat.

Daerah-daerah di Indonesia harus menjadi contoh bahwa politik yang harmonis adalah kunci pembangunan yang progresif. Dan untuk itu, yang dibutuhkan bukan sekadar pemimpin yang kuat, tetapi juga pemimpin yang mampu menyatukan, mengajak, dan mengeksekusi kebijakan dengan hati yang terbuka dan visi yang jauh ke depan.