Acehsiana.com – Banda Aceh – Pusat Riset Nilam Aceh ARC-PUIPT Universitas Syiah Kuala (USK) bersama International Labour Organization (ILO) melalui program PROMISE II Impact menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Study and Policy to Improve the Value Chain Ecosystem of Indonesian Patchouli Commodities: Implementation Coordination of Digital System Development of Patchouli Oil Industry in Aceh”. Kegiatan berlangsung di Hotel Ayani, Banda Aceh, Kamis (21/8).
Forum ini mempertemukan lintas pemangku kepentingan mulai dari lembaga pemerintah, industri, lembaga keuangan, koperasi, hingga petani nilam. Tujuannya adalah memperkuat ekosistem digital rantai pasok minyak nilam Aceh agar lebih inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan.
Hadir dalam FGD tersebut perwakilan dari Biro Perekonomian Setda Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh, Kantor Wilayah Dirjen Bea dan Cukai Aceh, BSI Maslahat, PT Global Mandiri USK, PT U-Green Aromatic, koperasi, kelompok petani nilam, serta mitra UMKM.
Ketua ARC USK, Dr. Syaifullah Muhammad, mengungkapkan bahwa gagasan digitalisasi industri nilam sudah tertuang dalam roadmap pengembangan sejak 2016. Namun, keterbatasan sumber daya membuatnya belum bisa diwujudkan.
“Sejak 2024 bersama ILO, kita mulai membangun ERP MyNilam sebagai platform untuk mendeteksi rantai nilai dan rantai pasok nilam. Data digital ini akan menjadi dasar bagi UMKM dan petani untuk memperoleh akses permodalan serta memperluas peluang hilirisasi, termasuk menjadikan Banda Aceh sebagai Kota Parfum,” jelas Syaifullah.
Perwakilan ILO, Yanis Saputra, menegaskan pentingnya inklusivitas dalam transformasi digital. Menurutnya, MyNilam dirancang sebagai platform traceability untuk memastikan setiap pelaku dalam rantai pasok nilam dapat terhubung dan berkontribusi.
“Endgame dari ERP ini adalah terbentuknya forum digital yang menghubungkan semua aktor ekosistem,” ungkapnya.
Dari sisi pemerintah daerah, Juru Bicara Pemko Banda Aceh, Tomi Mukhtar, menilai peluang hilirisasi nilam sangat potensial untuk memperkuat branding Banda Aceh sebagai Kota Parfum. “Dukungan kebijakan daerah akan diarahkan untuk promosi dan peningkatan daya saing ekspor,” ujarnya.
Muparrih dari Kanwil Bea Cukai Aceh menambahkan, pihaknya siap mendukung ekspor nilam dengan penyederhanaan prosedur agar produk Aceh lebih mudah menembus pasar internasional. “Ke depan, ekspor bisa langsung dilakukan dari Aceh,” katanya.
Sementara itu, Elsa Rozani dari Biro Perekonomian Setda Aceh menekankan perlunya sinkronisasi kebijakan lintas lembaga agar keberlanjutan program terjamin. Dukungan serupa juga datang dari Diskominfo Aceh yang menawarkan integrasi dengan kebijakan Satu Data Aceh.
Dari sisi lapangan, perwakilan petani berharap aplikasi MyNilam benar-benar memberikan manfaat nyata. Mereka menekankan perlunya pendampingan intensif agar kesenjangan digital tidak menjadi hambatan.
FGD menghasilkan kesepahaman bahwa penguatan ekosistem digital minyak nilam harus didukung penyelarasan kebijakan lintas lembaga, hilirisasi industri, serta promosi ekspor. Peran kolaboratif antara pemerintah, koperasi, sektor swasta, universitas, dan lembaga keuangan dinilai sangat penting. Selain itu, inklusivitas di tingkat petani dan koperasi menjadi kunci agar transformasi berjalan efektif.
Dengan dukungan ILO melalui program PROMISE II Impact, diharapkan ekosistem digital minyak nilam mampu memperkuat posisi Aceh sebagai produsen utama nilam dunia sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani melalui industri berbasis kerakyatan.