ACEHSIANA.COM – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dituduh memperpanjang perang di Gaza untuk menghindari pertanyaan mengenai tanggung jawabnya dan menjaga koalisi berkuasanya. Tuduhan ini dilontarkan oleh seorang pejabat Israel yang tidak mau disebutkan namanya, seperti dikutip oleh harian Haaretz pada Jumat (19/1).
Menurut pejabat tersebut, Netanyahu tidak memiliki tujuan dan masa depan yang jelas dalam perang ini, dan hanya ingin menunda menghadapi kritik dan tuntutan dari publik dan oposisi. Ia juga mengatakan bahwa Netanyahu tidak peduli dengan nasib sandera Israel yang ditahan oleh Hamas di Gaza, dan tidak bersedia melakukan pertukaran tahanan dengan Palestina untuk mengakhiri perang.
Pejabat tersebut menambahkan, Netanyahu sadar bahwa koalisi berkuasanya yang terdiri dari partai-partai sayap kanan dan religius, akan runtuh jika salah satu anggotanya, yaitu Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, mundur dari pemerintahan. Ben-Gvir adalah pemimpin partai Zionisme Religius, yang merupakan partai kanan ekstrem yang mendukung pemukiman Yahudi dan penolakan terhadap negara Palestina.
Perang di Gaza telah berlangsung sejak 7 Oktober 2024, setelah Hamas melancarkan serangan besar-besaran ke Israel selatan dengan menggunakan ratusan pasukan bersenjata yang menyusup melalui terowongan. Israel membalas dengan melakukan serangan udara dan artileri ke Gaza, yang menewaskan ribuan warga sipil dan menghancurkan infrastruktur di wilayah tersebut.
Perang ini juga telah menyebabkan krisis kemanusiaan di Gaza, di mana lebih dari 85 persen populasi atau sekitar 1,9 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Pasokan makanan, air, listrik, dan obat-obatan juga sangat terbatas di Gaza, karena blokade yang diberlakukan oleh Israel. PBB dan negara-negara lain telah mendesak agar gencatan senjata segera dicapai, tetapi hingga kini belum ada tanda-tanda penyelesaian konflik. (*)
Editor: Darmawan