oleh.
Abdul Hamid
Dulu ekonomi Aceh berada di papan atas karena banyaknya pengusaha/ pedagang dari Aceh baik lokal mau pun internasional. Namun sayangnya kepiawaian sebagai pengusaha/ pedagang tersebut tidak diwariskan kepada putra-putrinya.
Hampir semua pengusaha/pedagang mengirim putra-putrinya ke perguruan tinggi tanpa mewariskan ketrampilan yang dimilikinya, akhirnya tidak ada generasi penerus. Putra-putrinya kemudian menjadi dosen, PNS, atau aktif di bidang politik.
Seorang teman yang dosen juga mengakui hal tersebut. Katanya orangtuanya seorang pedagang besar punya beberapa toko sembako dan material, namun anak-anaknya dilarang mampir ke toko supaya fokus kepada pendidikannya.
Dan sebagian anak anak pebisnis malah beelomba menjadi pekerja. Pokoknya cenderung mengarahkan anak jadi org kantoran.
Makanya toke toke Aceh bertahan selama yang bersangkutan masih hidup bisnis itu hidup. Bila seorang pembisnis atau toke sudah meninggal maka Jarang mampu dilanjutkan anaknya.
Pada saat orang tua membangun bisnis tidak pernah mengajak anak untuk membantunya dalam berbisnis. Jarang toke mengajarkan anaknya membantunya di toko.
Hal ini penyebab lost generation dalam mewariskan learning dari orang tua kepada anak.
Kenapa mereka unggul??
Orang Cina dalam kesehariannya selalu mengandeng anaknya untuk membantu bisnisnya. Selain istrinya yang terlibat dalam bisnis, anak anaknya selalu dilibatkan.
Ada Cina yang sengaja anaknya dititip pada orang cina lain untuk menjadi pelayan. Pada akhirnya ketika anaknya sudah mulai mandiri, ia akan kembali mengelola bisa orang tuanya.
Yang hebatnya ilmu atau profesi ayah dilanjut dan berkembang pada anaknya (Bisnis)
Mengapa kita tidak belajar pada orang Cina.
Tulisan ini saya tulis dalam Penerbangan bersama Garuda Indonesia GA 1472 Sultan Iskandar muda – Soeta, 10 Oktober 2022.
#Gureaceh