ACEHSIANA.COM, Banda Aceh – Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berpeluang untuk direvisi. Revisi qanun ini berpeluang untuk kembalinya bank konvensional beroperasi di Aceh. Hal itu disampaikan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, pada Senin (22/5) di Banda Aceh.
Menurut Muhammad MTA, Pemerintah Aceh membuka peluang untuk mengembalikan operasional bank konvensional ke Aceh, salah satu upaya yang dilakukan yakni merevisi Qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
“Penyempurnaan qanun itu membuka kembali peluang bagi perbankan konvensional untuk kembali beroperasi di Aceh,” ujar Muhammad MTA.
Dikatakan Muhammad MTA, pasca pemberlakuan qanun LKS sejak 2018, semua bank konvensional keluar dari Aceh. Sehingga saat ini di Aceh hanya memiliki dua bank besar saja yakni Bank Aceh Syariah (BAS) dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Meski demikian masih terdapat BCA Syariah yang hanya berkantor di Kota Banda Aceh, dan unit usaha syariah dari bank konvensional seperti BTN Syariah.
“Pj Gubernur Aceh juga telah menyerahkan rencana perubahan qanun LKS tersebut kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk kemudian dapat dilakukan pembahasannya oleh parlemen Aceh,” sebut Muhammad MTA.
Muhammad MTA menambahkan bahwa pada dasarnya Pemerintah Aceh sepakat atas rencana revisi qanun LKS, dan secara khusus juga telah menyurati DPRA sejak Oktober 2022 lalu terkait peninjauan peraturan tersebut.
“Wacana perubahan ini merupakan aspirasi masyarakat terutama para pelaku dunia usaha, karena itu kemudian perlu dikaji dan analisa kembali terhadap dinamika dan problematika dari pelaksanaan qanun LKS selama ini,” ungkap Muhammad MTA.
Muhammad MTA menuturkan bahwa kasus yang menimpa BSI baru-baru ini dapat menjadi salah satu referensi bagi DPRA dalam menyempurnakan pelaksanaan dan penerapan qanun LKS.
“Termasuk mengkaji kompensasi dari setiap potensi yang merugikan nasabah yang mungkin abai dalam qanun tersebut, dan mengembalikan operasional bank konvensional,” tutur Muhammad MTA.
Lebih lanjut Muhammad MTA menambahkan bahwa hingga saat ini infrastruktur perbankan syariah di Aceh belum bisa menjawab dinamika dan problematika sosial ekonomi, terutama berkenaan dengan realitas transaksi keuangan berskala nasional dan internasional bagi pelaku usaha.
“Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang tentu mempunyai kegiatan ekonomi bertaraf nasional dan internasional, maka keberadaan perbankan konvensional sebenarnya bukan sesuatu yang mesti dibangun resistensi,” ucap Muhammad MTA.
Muhammad MTA menegaskan bahwa memperkuat perbankan syariah juga menjadi prioritas kita sebagai sebuah daerah atau kawasan yang memiliki kekhususan.
Pemerintah Aceh, pungkas Muhammad MTA, sendiri pada Desember 2020 pernah menyampaikan rencana skema perpanjangan operasional bank konvensional hingga 2026 yang didasari oleh rapat antara pelaku perbankan dengan pengusaha yang dihadiri Pemerintah Aceh pada 16 Desember 2020 di Banda Aceh.
“Pro-kontra memang sesuatu yang lumrah, meski demikian mari kita beri waktu kepada DPRA sebagai representatif masyarakat Aceh untuk mengkaji dan menganalisa sebagai sebuah kebijakan evaluasi terhadap qanun LKS ini demi penyempurnaan yang lebih baik,” tutup Muhammad MTA. (*)
Editor: Darmawan