ACEHSIANA.COM, Banda Aceh – Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr Mujiburrahman MAg, menyebutkan bahwa Syariat Islam gagal diterapkan di Aceh. Mujiburrahman menawarkan beberapa solusi. Hal itu disampaikan Mujiburrahman dalam silaturahmi dengan wartawan pada Sabtu (6/8) di Banda Aceh.
Menurut Mujiburrahman, pihaknya menawarkan konsep syariat Islam moderat untuk diterapkan di Tanah Rencong. UIN Ar-Raniry, lanjut Mujiburrahman, siap membantu pemerintah daerah untuk mengimplementasikan syariat Islam yang sesuai standar. Syariat Islam di Tanah Rencong dideklarasikan pada 2002 lalu di masa kepemimpinan Gubernur Abdullah Puteh.
“Sudah tahun 2022, tetapi kondisi syariat Islam di Aceh kalau kita lihat sekarang lebih parah dari yang sebelumnya. Dalam konteks lingkungan dan sebagainya,” ujar Mujiburrahman.
Dikatakan Mujiburrahman, konsep syariat Islam moderat rahmatan lil’alamin yang berbasis harmonisasi manusia, alam dan tuhan meupakan solusinya. Semakin harmonis manusia, alam dan tuhan maka konflik dan malapetaka tidak akan terjadi.
“Ke depan kita ingin konsep pelaksanaan syariat Islam karena kita berada dalam konteks NKRI, kita tetap melaksanakan prosesi pelaksanaan syariat Islam dalam konteks syariat Islam yang moderat rahmatan lil’alamin dalam konsep yang secara simbol kami akan melakukan harmonisasi antara manusia, alam dan tuhan,” sebut Mujiburrahman.
Mujiburrahman menyinggung masalah pendidikan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan syariat Islam. Mujiburrahman mengaku pernah berdiskusi dengan ahli fikih dari Al-Azhar Universiti Prof Ali Jum’at terkait syariat Islam di Aceh.
“Prof Ali bilang ada tiga tahapan syariat Islam di Aceh. Apa yang salah sehingga syariat Islam itu tidak berjalan dengan betul,” ungkap Mujiburrahman.
Mujiburrahman menambahkan bahwa pada tahapan pertama menurut Prof Ali, mendidik masyarakat agar mengerti Islam dengan benar. Mendidik itu disebut tidak dilakukan Pemerintah Aceh dan tidak ada dalam program pendidikan.
“Hampir tidak ada program pendidikan yang kita didik sampai mengerti betul halal haramnya, baik buruknya, sampai masyarakat ini betul-betul mengerti dan mengamalkan Islam dengan benar itu tugas negara. Ar-raniry sebagai institusi negara juga bertugas untuk itu, sekolah, Dinas Syariat Islam, semua bertugas mendidik masyarakat mengerti islam dengan benar,” kata Mujiburrahman.
Tahapan kedua, tambah Mujiburrahman, membenahi pranata sosial masyarakat. Dia mengambil contoh yakni pemotongan ayam yang dilakukan di pasar atau penjual ayam.
“Misalnya hari ini tanpa sadar kita makan bangkai ayam tiap hari karena disembelih oleh orang yang tidak melaksanakan secara syariat. Ini pranata sosial, ini tugas negara, seharusnya negara apakah Dinas Syariat Islam (DSI), apakah Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) mendidik mereka bagaimana memotong ayam itu dengan benar,” ucap Mujiburrahman.
Mujiburrahman menuturkan bahwa jika mereka tidak mengerti, tugas MPU, DSI taruh petugas sehingga ayam itu betul-betul halal di konsumsi. Ini pranata sosial. Mudahkan orang untuk bekerja, nikah. Anak muda dimudahkan mencari rezeki untuk nikah..
Selanjutnya, imbuh Mujiburrahman, jika dua tahap itu dilakukan, baru masuk ke level ketiga soal hukuman atau hudud. Masyarakat yang melanggar aturan baru dihukum cambuk.
“Setelah masyarakat mengerti Islam dengan benar, pranata sosial diperbaiki oleh negara, masyarakat masih ada penyakit yang melakukan kejahatan lakukan hudud atau hukuman. Ini kita belum apa-apa sudah cambuk di depan,” pungkas Mujiburrahman.
Mujiburrahman mengimbuhkan bahwa hal tersebut harus diluruskan. Implementasi syariat Islam di Aceh yang gagal hari ini, pungkas Mujiburrahman, dalam bahasanya sendiri disebut gagal mengislamkan orang Aceh secara baik.
“Hal ini yang harus menjadi tugas UIN Ar-Raniry salah satunya dengan institusi lain kita akan mensupport ini ke pemerintah. Jadi itu salah satu tugas yang akan kita lakukan,” tutup Mujiburrahman. (*)
Editor: Darmawan