ACEHSIANA.COM, Banda Aceh – Tiga Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang memiliki kewenangan dalam rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA) di Aceh—yakni Pintu Hijrah, Seuramo Mulia Aceh, dan Yayasan Pintu Amal Peduli (YPAP) Lhokseumawe—melakukan audiensi dengan Istri Gubernur Aceh, Marlina Usman, di Pendopo Gubernur Aceh.
Pertemuan ini menjadi ruang diskusi penting antara lembaga rehabilitasi dan pemangku kebijakan dalam mendorong percepatan implementasi Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2018 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.
Turut hadir dalam audiensi ini sejumlah unsur Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), antara lain Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Biro Hukum Setda Aceh.
Mewakili unsur lembaga rehabilitasi, Dedy Saputra ZN dari Pintu Hijrah menyampaikan keprihatinannya atas mandeknya pelaksanaan qanun tersebut.
Meski telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sejak tujuh tahun lalu, implementasinya masih belum berjalan optimal karena belum memiliki payung hukum teknis berupa Peraturan Gubernur (Pergub).
“Qanun ini adalah produk hukum daerah yang sangat visioner, namun tanpa Pergub sebagai petunjuk pelaksana, pelaksanaannya menjadi stagnan. Padahal angka penyalahgunaan narkoba di Aceh terus meningkat dan korban semakin banyak,” ujar Dedy.
Dedy menegaskan bahwa butuh sinergi dan langkah nyata semua pihak agar qanun ini tidak hanya berhenti dalam wacana, tetapi menjadi kerja-kerja lapangan yang berdampak.
Marlina Usman merespons serius aspirasi tersebut. Dalam kapasitasnya sebagai istri Gubernur dan juga sosok yang pernah terlibat dalam upaya pemulihan pecandu narkoba, Marlina menyampaikan dukungan penuh terhadap percepatan implementasi qanun tersebut.
Ia memahami betul tantangan di lapangan dan sepakat bahwa kerja konkret harus segera dimulai.
“Sebagai orang yang pernah terjun langsung dalam isu ini, saya tahu betapa pentingnya rehabilitasi yang terstruktur dan berbasis regulasi. Saya sangat mengapresiasi audiensi ini. Kita tidak bisa menunda lagi, dalam waktu dekat qanun ini harus kita dorong untuk terlaksana dengan baik,” tegas Marlina.
Kesepakatan antara IPWL dan Marlina Usman menjadi sinyal kuat bahwa percepatan implementasi Qanun Narkotika Aceh bukan hanya keharusan hukum, tetapi juga kebutuhan mendesak dalam merespons darurat narkoba yang kian massif di Aceh.
Audiensi ini diharapkan menjadi titik awal lahirnya koordinasi lintas sektor yang lebih aktif dan strategis demi menyelamatkan generasi muda Aceh dari ancaman narkotika. (*)
Editor: Darmawan