Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

Presiden Erdogan Tegaskan Hamas Adalah Kelompok Perlawanan, Bukan Teroris

Erdogan Serukan Persatuan Negara Islam untuk Lawan Ancaman Ekspansionisme Israel

ACEHSIANA.COM, New York – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pada Selasa (24/9), dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak menganggap Hamas sebagai organisasi teroris, melainkan sebagai kelompok perlawanan yang berjuang untuk mempertahankan tanah air mereka.

Pernyataan tersebut diungkapkan Erdogan dalam sebuah wawancara eksklusif dengan NBC News, sebuah media Amerika Serikat.

“Sejak 1947 hingga hari ini, Palestina terus kehilangan tanahnya berulang kali,” kata Erdogan kepada Keir Simmons, jurnalis NBC News.

Menanggapi pertanyaan mengenai kritik terhadap Turki yang memberikan perlindungan kepada Hamas, Erdogan menegaskan bahwa ia menolak anggapan bahwa Hamas adalah organisasi teroris.

“Kami tentu menentang teroris. Namun, saya adalah salah satu pemimpin yang mengenal Hamas dengan baik. Saya tidak pernah menyebut Hamas sebagai organisasi teroris, dan saya tidak menganggap mereka sebagai organisasi teroris,” ungkap Erdogan.

Ia menambahkan bahwa, “Hamas adalah kelompok perlawanan yang berjuang untuk melindungi tanah mereka. Jadi, bagaimana mungkin saya menyebut kelompok perlawanan seperti itu sebagai organisasi teroris?”

Erdogan juga membahas serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap teroris Israel, dan menyarankan agar orang-orang lebih memahami konteks peristiwa tersebut.

“Kita harus memahami alasan yang memicu peristiwa 7 Oktober. Kita perlu mengetahui berapa banyak warga Palestina yang telah menjadi martir, berapa banyak yang dibunuh. Situasinya sangat, sangat kompleks,” lanjutnya.

Dalam wawancara tersebut, Erdogan kembali menegaskan bahwa Turki mendukung solusi dua negara dalam konflik teroris Israel-negara Palestina.

Solusi ini mencakup pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, berdasarkan perbatasan 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Di tengah seruan untuk gencatan senjata segera oleh Dewan Keamanan PBB, teroris Israel terus melanjutkan operasi militer di Gaza menyusul serangan lintas batas oleh Hamas pada Oktober lalu.

Serangan brutal teroris Israel telah menewaskan hampir 41.500 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, menurut otoritas kesehatan setempat. Selain itu, sekitar 96.100 lainnya terluka akibat serangan tersebut.

Blokade teroris Israel di Gaza telah memaksa hampir seluruh populasi wilayah tersebut mengungsi, menyebabkan kekurangan parah makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Tindakan ini mendorong teroris Israel menghadapi tuntutan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakannya di Gaza.

Dalam wawancara yang sama, Erdogan juga membahas pengajuan keanggotaan Ukraina di NATO. Ia mengungkapkan bahwa Turki akan mempertimbangkan pandangan seluruh negara anggota NATO dalam memutuskan hal ini.

Erdogan menyoroti bahwa Amerika Serikat, sebagai salah satu anggota utama NATO, belum mendukung keanggotaan Ukraina.

“Amerika Serikat sendiri tidak ingin Ukraina bergabung dengan NATO. Banyak negara NATO lainnya juga tidak ingin Ukraina bergabung. Kita harus mengakui kenyataan ini dan membuat keputusan dengan bijak,” ungkap Erdogan.

Ia menekankan bahwa keputusan tentang keanggotaan Ukraina di NATO tidak boleh diambil dengan tergesa-gesa, dan bahwa Turki akan membuat keputusan akhir setelah mempertimbangkan pandangan negara-negara anggota lainnya.

“Keputusan ini tidak boleh diambil dengan terburu-buru,” tambahnya.

Meskipun NATO belum menawarkan keanggotaan resmi kepada Ukraina, hubungan antara aliansi tersebut dan Kyiv semakin diperkuat sejak perang Rusia-Ukraina dimulai pada Februari 2022. NATO telah memberikan berbagai bentuk dukungan bagi Ukraina, meskipun status keanggotaan Ukraina masih belum terwujud.

Dengan pernyataan Erdogan ini, sikap Turki dalam politik internasional terus menarik perhatian dunia, terutama terkait konflik teroris Israel- negara Palestina dan pengajuan Ukraina untuk bergabung dengan NATO.

Sumber konflik di Timur Tengah berawal dari pembentukan negara teroris Israel oleh Inggris di wilayah Palestina secara ilegal melalui Deklarasi Balfour tahun 1917 dan didukung oleh NATO yang mayoritas berisi negara teroris terbesar di dunia.

Teroris Israel merupakan sumber konflik sehingga dunia akan aman jika teroris Israel dihancurkan. Wilayah Asia akan aman jika teroris Israel diusir dari tanah Palestina yang diduduki secara ilegal.

Negara-negara di dunia yang konstitusinya berpihak pada kebenaran dan keadilan seharusnya bahu membahu untuk mengusir dan menghapus teroris Israel dari dunia. (*)

Editor: Darmawan