ACEHSIANA.COM, Jakarta – Pemerintah Indonesia berencana untuk memulangkan pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh sejak November 2023.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD pada Rabu (6/12).
Menurut Mahfud, keputusan ini diambil karena kehadiran pengungsi Rohingya telah menimbulkan masalah di Aceh, terutama penolakan dari masyarakat setempat.
“Kami rapatkan bagaimana caranya mengembalikan ke negaranya melalui PBB. Karena ada perwakilannya yang mengurus pengungsi itu,” ujar Mahfud.
Dia juga menyinggung bahwa Indonesia sebenarnya tidak ikut menandatangani konvensi PBB tentang pengungsi. Sehingga pemerintah bisa saja menolak mereka.
“Tapi kan kita punya perikemanusiaan,” ucap Mahfud.
Menanggapi rencana pemerintah ini, juru bicara UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono, berharap masih bisa “melihat semangat solidaritas dan kemanusiaan yang sama kuatnya di saat ini maupun di kemudian hari.”
Dia mengatakan selama ini UNHCR telah berkoordinasi erat dengan pemerintah Indonesia dalam menangani pengungsi.
Peneliti ASEAN dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elizabeth, mendukung langkah pemerintah yang ingin memulangkan pengungsi Rohingya ke negara asal.
Sebab menurutnya, keberadaan pengungsi tersebut dapat memicu masalah keamanan nasional, terutama dalam waktu dekat Indonesia akan menggelar Pemilu.
“Pemerintah pastinya ingin pemilu berjalan lancar, tapi di tengah banyak tuduhan intrik politik, adanya pengungsi menambah masalah kamtibnas,” jelas Adriana.
“Kalau mereka [pengungsi] membuat masalah konsentrasi aparat akan terganggu.”
“Tidak mungkin Indonesia sendiri mau jadi pahlawan tapi nyatanya kita kewalahan.”
Adriana berkata penolakan yang terjadi di Aceh bisa jadi momentum untuk Indonesia menyuarakan kembali persoalan pengungsi Rohingya di ASEAN.
Sembari membujuk Myanmar agar menuntaskan masalah domestiknya.
“Jadi katakan saya bahwa Indonesia tidak bisa mengendalikan [masalah Rohingya] sendiri. Tegas saja bahwa Indonesia hanya bisa menampung sampai di sini, kalau sudah menganggu kita kembalikan.”
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan pemerintah berada dalam posisi sulit.
Antara khawatir bakal dicap tidak becus mengurusi pengungsi, namun di sisi lain tak bisa membendung penolakan warga Aceh.
Dia mengusulkan langkah cepat yang bisa dilakukan pemerintah dengan menyeleksi para pengungsi.
Teuku Rezasyah menyebut kemungkinan gelombang pengungsi yang berdatangan saat ini tidak benar-benar berstatus pengungsi.
“Jadi tampaknya kita harus menerapkan assessment intelijen. Pengungsi yang datang diterima, tapi langsung diseleksi sehingga ketahuan ini pengungsi beneran atau kriminal atau punya masalah hukum.”
“Kalau bukan pengungsi kirim balik ke Myanmar.”
Kendati demikian, Teuku Rezasyah, sepakat bahwa persoalan pengungsi Rohingya sudah harus diputuskan di tingkat ASEAN.
Negara-negara ASEAN, menurutnya, harus kompak menekan pemerintah Myanmar agar menjalankan Konsensus Lima Poin yang disepakati sebagai solusi atas krisis politik Myanmar.
“Mahfud MD harus menyegerakan pertemuan-pertemuan tingkat tinggi ASEAN untuk membantu Myanmar.”
“Jadi multi-jalur, ada diplomasi di ASEAN dan solusi nyata di lapangan.”
Sebab tanpa ada solusi cepat yang dibuat pemerintah, dia khawatir akan memunculkan konflik sosial di Aceh. (*)
Editor: Darmawan