Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi
OPINI  

Pedagogik Digital, Solusi Pembelajaran Era Digital

Pedagogik Digital, Solusi Pembelajaran Era Digital

Oleh: Nelliani, M.Pd

Guru SMA Negeri 3 Seulimeum, Aceh Besar

 

Bagi seorang guru, istilah Pedagogik tidak asing lagi. Pedagogik merupakan salah satu kompetensi yang wajib dimiliki sebagai syarat seorang pendidik melaksanakan tugas-tugas profesinya. Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan kompetensi Pedagogik sebagai “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”.

Pada pelaksanaannya, kompetensi Pedagogik tidak sebatas mengelola pembelajaran semata, namun mencakup makna yang luas. Indikatornya meliputi pemahaman guru terhadap wawasan atau landasan pendidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar serta pengembangan peserta didik. Sejatinya, konsep dasar Pedagogik guru memiliki pengetahuan dan kemampuan mendidik dan menyelenggarakan pembelajaran. Kompetensi ini penting dikuasai agar keberhasilan pendidikan dan pembelajaran terpenuhi dengan baik.

Pandemi telah menghadirkan tantangan baru bagi guru dalam penguasaan kompetensi Pedagogik mengingat kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara daring. Pembelajaran daring mensyaratkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang proses pembelajaran. Untuk itu Kemdikbudristek menyediakan beragam aplikasi belajar berbasis digital seperti portal rumah belajar, televisi edukasi, akun pembelajaran (belajar.id) dan sebagainya yang dapat diakses secara gratis. Guru dapat memanfaatkannya sesuai kebutuhan dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Permasalahannya, level kemampuan guru berbeda-beda. Tidak sedikit pendidik masih kesulitan menyelenggarakan pembelajaran dengan mengintegrasikan metode pembelajaran dengan teknologi. Jikapun menggunakan aplikasi, cenderung monoton dengan interaksi satu arah. Aktivitas belajar dominan pada pemberian tugas dan tagihan sehingga membuat peserta didik jenuh dan merasa kelelahan. Jenuh karena metode yang digunakan kurang kreatif, serta lelah menyelesaikan tugas-tugas yang menumpuk dari beberapa pelajaran.

Tidak dimungkiri, sebagian guru mampu memdayagunakan kecanggihan teknologi dengan baik. Terampil menggunakan berbagai aplikasi serta mahir dalam evaluasi hasil belajar. Guru tipe ini kreatif menyajikan informasi pembelajaran dalam bentuk yang lebih variatif dan menarik sehingga peserta didik termotivasi.

Hanya saja pada beberapa kondisi pemanfaatan teknologi masih dimaknai secara dangkal sebatas penggunaan perangkat maupun aplikasinya sebagai media belajar. Kegiatan pembelajaran terkesan memindahkan pengetahuan semata dan kering nilai. Di satu sisi penggunaan media digital mampu memotivasi, di sisi lain guru kerap mengabaikan dimensi penting dari proses pendidikan yaitu sebagai transfer of value. Idealnya, perkembangan teknologi informasi mampu dimanfaatkan sebagai sarana mewujudkan ekosistem pendidikan berorientasi pada kecakapan abad 21 (berpikir kritis dan pemecahan masalah, kolaborasi, komunikasi serta kreatif dan inovatif) seiring tetap menumbuhkan nilai-nilai spiritual, etika dan karakter peserta didik.

Kelemahan tersebut disebabkan dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis digital sering kali tidak dibarengi dengan kemampuan Pedagogik yang memadai. Padahal Pedagogik merupakan suatu ilmu yang dinamis mengikuti perkembangan zaman. Jika saat ini siswa hidup dalam budaya yang mendidik dan membelajarkan mereka melalui digital, maka pendidik seharusnya juga menyiapkan diri dengan metode-metode mendidik dan mengelola pembelajaran era digital. Nah, kemampuan tersebut lebih dikenal dengan digital Pedagogik.

Pedagogik digital

              Purfitasari, S. (2019) mengatakan bahwa Pedagogik digital merupakan pendekatan yang tidak sekedar berbasis pada keterampilan menggunakan teknologi, namun bagaimana guru sebagai fasilitator memanfaatkan teknologi untuk membangun kemampuan berpikir sekaligus mengembangkan aspek afektif peserta didik. Hal tersebut penting dipahami karena teknologi ibarat dua sisi mata uang, membawa pengaruh positif dan negatif. Dengan adanya pemahaman terhadap Pedagogik digital, pendidik tidak kehabisan strategi mengarahkan dan mendorong siswa agar bijak dan cerdas menggunakan perangkat teknologi untuk membangun pengetahuannya.

            Dalam artian, peserta didik memahami bagaimana, kapan dan berapa lama dia boleh terhubung dengan layanan digital. Memiliki kontrol diri yang baik terhadap efek negatif media sosial. Lebih dari itu cerdas memilih aplikasi yang tepat untuk mendukung kemajuan belajarnya.

            Peserta didik saat ini adalah anak-anak milenial yang memiliki asupan gizi keilmuan teknologi abad XXI. Sejak lahir mereka akrab dengan layar sentuh, internet dan kecerdasan artifisial (digital native). Karena tumbuh dan berkembang dalam peradaban digital membuat media sosial dan internet menjadi bagian yang menyatu dalam kesehariannya. Tanpa dibekali sikap cerdas dan bijak, dikhawatirkan akan mudah terombang-ambing arus perkembangan teknologi itu sendiri.

            Guru yang menguasai kompetensi Pedagogik digital mampu mengembangkan pembelajaran digital untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Era revolusi industri 4.0 menghendaki generasi masa depan memiliki kecakapan berpikir kritis. Berpikir kritis (critical thinking) dimaknai sebagai kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, mampu menentukan kredibilitas suatu sumber, menganalisis fakta serta memahami hubungan logis antar gagasan. Sikap kritis penting dalam mencermati kebenaran dan kevalidan informasi di era melimpahnya informasi.

            Contoh sederhana, ketika peserta didik diberikan tugas, mereka dapat dengan mudah dan cepat menemukan penyelesaiannya melalui situs internet. Dengan mesin pencarian google, jawaban langsung tersaji tanpa harus berpikir keras dan membaca terlalu banyak. Kebanyakan siswa merasa tidak penting mengecek kebenaran jawaban. Yang terjadi adalah tumbuhnya budaya copy paste, plagiarisme dan rasa malas di kalangan peserta didik.

Di sinilah tugas guru membangun pemikiran peserta didik bahwa mengambil suatu keputusan tidak cukup berdasarkan satu referensi. Siswa diarahkan berpikir ulang terhadap informasi-informasi yang diterimanya, valid atau tidak, sesuai konteks pembicaraan atau tidak. Guru juga perlu menumbuhkan pentingnya kegemaran membaca buku sebagai sumber bacaan kredibel untuk memperkaya ide dan gagasan. Dengan membiasakan berpikir kritis materi apa pun yang dipelajari akan bermakna dan diterima sebagai suatu ilmu pengetahuan yang utuh.

Sumardianta & Kris AW dalam bukunya Mendidik Generasi Z dan A (2018) mengungkapkan salah satu ciri generasi digital adalah lebih suka berkolaborasi ketimbang berkompetisi. Senang bekerja sebagai tim ketimbang individual. Suatu karakteristik yang sejalan dengan tuntutan ranah keterampilan abad 21. Guru sebagai fasilitator diharapkan mampu mengembangkan potensi tersebut untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih beragam.

Keterampilan kolaborasi penting dikuasai peserta didik. Karena keberhasilan belajar tidak selamanya dapat diusahakan sendiri, adakalanya membutuhkan kerjasama dan dukungan orang lain. Dengan adanya kolaborasi, siswa bisa mengeksplor pengetahuannya menjadi lebih kaya, tidak hanya bersumber dari guru. Pembelajaran kolaborasi melatih kemampuan bekerja sama, tanggung jawab, saling menghargai perbedaan pandangan dan empati.

Menjadi guru di era digital dituntut adaptif dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidik perlu mengupdate kemampuan dirinya dengan menjadi pembelajar sejati terutama terkait wawasan Pedagogik. Karena Pemahaman dan penguasaan kompetensi tersebut merupakan solusi menghadirkan pembelajaran yang lebih bermakna. Sehingga bakat dan potensi siswa berkembang optimal sebagai bekal menghadapi tantangan masa depan. (*)

Penulis adalah guru SMAN 3 Seulimuem, Aceh Besar

Email: nellianimnur@gmail.com