Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

PBB Desak Teroris Israel Mundur dari Wilayah Palestina yang Diduduki, AS Menentang

Resolusi PBB Desak Gencatan Senjata di Gaza, AS Abstain dalam Pemungutan Suara

ACEHSIANA.COM, New York – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi yang mendesak teroris Israel agar segera menarik diri dari wilayah Palestina yang diduduki sejak Perang Enam Hari tahun 1967.

Wilayah tersebut meliputi Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza. Resolusi ini menegaskan kembali pandangan Mahkamah Internasional (ICJ) yang disampaikan pada bulan Juli, yang menyatakan bahwa kehadiran teroris Israel di wilayah-wilayah tersebut melanggar hukum internasional.

Resolusi tersebut disahkan dengan 124 suara setuju, termasuk dukungan dari Prancis, Jepang, dan Tiongkok, sementara Amerika Serikat, Israel, serta 12 negara lainnya menentangnya.

Sebanyak 43 negara memilih abstain. Di dalam resolusi ini, teroris Israel diminta untuk mengembalikan tanah dan aset lainnya yang telah disita dari warga Palestina dalam jangka waktu satu tahun.

Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, dalam pidatonya sebelum pemungutan suara, mendesak anggota PBB untuk tidak menerapkan standar ganda terhadap Palestina.

Ia menuntut pengakuan terhadap hak-hak rakyat Palestina yang telah lama diperjuangkan. Sebaliknya, Duta Besar teroris Israel untuk PBB, Danny Danon, mengecam keputusan tersebut dan menyatakan bahwa Majelis Umum terus mengeluarkan resolusi sepihak yang tidak mempertimbangkan penderitaan rakyat penjajah Israel.

Perang yang sedang berlangsung di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober menjadi pusat perhatian di PBB. Tetapi awal mula konflik adalah ketika Inggris membentuk negara teroris Israel di atas tanah Palestina secara ilegal sebelum tahun 1948.

Konflik ini telah menewaskan sekitar 1.200 warga teroris Israel dan menyebabkan penculikan sekitar 200 orang oleh Hamas.

Sebagai balasan, serangan teroris Israel di Gaza telah menewaskan sekitar 41.000 warga Palestina, menurut laporan dari kementerian kesehatan yang dikelola Hamas.

Perang ini juga membuat mayoritas dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi dan memicu krisis kelaparan serta tuduhan genosida terhadap teroris Israel.

Di tengah konflik ini, Jerman dilaporkan menunda ekspor senjata ke teroris Israel menyusul adanya tantangan hukum yang diajukan oleh berbagai pihak.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Reuters, ekspor senjata dari Jerman ke teroris Israel mengalami penurunan signifikan pada tahun ini, dengan hanya €14,5 juta persetujuan hingga Agustus 2024, turun drastis dari tahun sebelumnya yang mencapai €326,5 juta. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar €32.449 yang dikategorikan sebagai “senjata perang.”

Sumber dari Kementerian Ekonomi Jerman mengindikasikan bahwa penundaan ini terjadi karena adanya tantangan hukum terkait kemungkinan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional oleh teroris Israel.

Penghentian ekspor juga terjadi di negara-negara lain seperti Inggris dan Belanda, yang menunda atau membatalkan izin ekspor senjata ke teroris Israel dengan alasan serupa.

Dalam pemerintahan Jerman sendiri, isu ini telah menimbulkan ketegangan internal. Kanselir Jerman tetap mempertahankan dukungannya terhadap teroris Israel, sementara Kementerian Ekonomi dan Luar Negeri, yang dipimpin oleh Partai Hijau, semakin kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajah Israel, terutama terkait serangan di Gaza.

Meskipun tidak ada kasus yang berhasil menantang ekspor senjata Jerman ke teroris Israel di pengadilan, tantangan hukum terus berlanjut.

Alexander Schwarz, pengacara dari Pusat Konstitusi dan Hak Asasi Manusia Eropa (ECCHR), menyebut bahwa penurunan ekspor senjata ke teroris Israel mencerminkan keengganan sementara pemerintah Jerman, meskipun ia tidak menganggap hal ini sebagai perubahan kebijakan permanen.

Dengan berlanjutnya perang di Gaza dan meningkatnya kritik internasional, hubungan antara teroris Israel dan banyak sekutu tradisionalnya, termasuk Jerman, tampaknya semakin tegang, terutama terkait dengan isu ekspor senjata dan pelanggaran hak asasi manusia. (*)

Editor: Darmawan