ACEHSIANA.COM, Jakarta – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, menyebutkan bahwa kata atau frasa “tunjangan profesi” dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) justru membuat guru harus antre untuk ikut pendidikan profesi guru (PPG). Hal itu disampaikan Nadiem dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) pada Kamis (15/9) di Jakarta.
Menurut Nadiem, emosi guru dapat dengan sangat mudah terpancing dengan membahas penghapusan tunjangan profesi. Padahal, lanjut Nadiem, penghapusan frasa itu dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) diperlukan agar antrean guru yang belum mendapatkan tunjangan dapat terulur.
“Sangat mudah memancing emosi guru dengan headline tunjangan profesi dihapus,” ujar Nadiem.
Dikatakan Nadiem bahwa frasa yang dipersoalkan itulah yang sebenarnya membuat guru-guru yang belum mendapat sertifikasi pendidikan profesi guru (PPG) tidak dapat memperoleh tunjangan.
“Dalam RUU Sisdiknas frasa “tunjangan profesi guru” dihilangkan dan diubah dengan pemberian tunjangan mengikuti UU ASN bagi guru ASN dan UU Ketenagakerjaan bagi guru non ASN. Karena itu lebih mudah kita mengerti kata tunjangan profesi dihilangkan. Padahal itulah yang membuat guru tidak mendapat tunjangan,” sebut Nadiem.
Nadiem menambhakan bahwa UU Guru dan Dosen mengunci tunjangan profesi guru dengan sertifikasi. Sertifikasi itu dikunci dengan PPG. Dalam proses pelaksanaannya, guru harus mengantre PPG begitu panjang untuk dapat lulus hingga bisa memperoleh tunjangan profesi guru.
“Guru-guru yang sedang membela kata tunjangan profesi ketahuilah bahwa kata-kata itulah yang mengunci Anda kenapa Anda tidak mendapat tunjangan sekarang juga,” tutur Nadiem.
Lebih lanjut Nadiem menuturkan alasan mengapa terjadi antrean panjang dalam proses PPG.
“Kapasitas PPG secara nasional hanya sekitar 60-70 ribu dalam satu tahun. Tidak mencukupi kebutuhan guru baru yang setiap tahun selalu ada. Ada jalan untuk meningkatkan kesejahteraan guru tanpa kewajiban sertifikasi. Masukkan dan selaraskan mereka dengan UU ASN bagi yang ASN. Yang non ASN selaraskan dengan UU ketenagaakerjaan,” tutup Nadiem. (*)
Editor: Darmawan