Oleh: Fauza SSi MPd
Guru SMAN 1 Lhokseumawe
Dalam lautan kehidupan yang penuh dengan arus ketidaktahuan, literasi adalah kapal yang membawa pengetahuan dan kebijaksanaan kita. Sayangnya, sering kali kapal ini harus melawan badai ketidaktahuan, ombak kebingungan, dan lautan kesalahan yang dalam. Di tengah arus ketidakpedulian terhadap literasi, peringatan Hari Literasi tanggal 8 September 2023 adalah saat yang tepat untuk merenungkan tantangan dan peluang yang dihadapi oleh kita sebagai bangsa, terutama dalam konteks minat baca yang rendah di kalangan guru, murid, dan masyarakat Indonesia.
Seiring perjalanan sejarah manusia, literasi telah menjadi penanda peradaban dan kemajuan. Namun, pada zaman dahulu, literasi sangat terbatas, hanya dimiliki oleh segelintir orang. Pustaka-pustaka dan kitab-kitab berharga tersimpan dalam perpustakaan istana atau biara, dan banyak masyarakat hidup dalam ketidaktahuan. Literasi adalah hak istimewa yang hanya dimiliki oleh kalangan elit. Namun, saat ini, literasi adalah kunci yang dapat membuka pintu ke dunia yang lebih luas daripada imajinasi kita, sebuah jendela yang membuka pandangan kita ke alam semesta pengetahuan.
Minat baca yang rendah memiliki dampak serius pada pendidikan dan perkembangan masyarakat kita. Guru dan siswa yang kurang gemar membaca menghadapi kesulitan dalam mengembangkan pemahaman dan pengetahuan mereka. Rendahnya literasi juga menghambat pertumbuhan ekonomi dan sosial kita. Oleh karena itu, guru harus menjadi pelopor literasi di sekolah, dilengkapi dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk menginspirasi murid untuk membaca lebih banyak.
Dalam era digital ini, literasi tidak hanya tentang buku cetak. Literasi digital juga sangat penting, dan murid harus diberdayakan untuk menggunakan teknologi dengan bijak dalam mengakses sumber daya literatur yang lebih luas. Namun, terlalu sering kita melihat orang yang semakin “miskin” dalam minat membaca yang mendalam, pemahaman yang kuat, dan kritis dalam berpikir. Di tengah derasnya arus informasi, kita dapat dengan mudah tenggelam dalam ombak lautan pengetahuan yang begitu besar dan bervariasi.
Namun, ketika kapal literasi hampir tenggelam, kita harus menyadari bahwa ada harta karun pengetahuan yang lebih besar di dasar laut kesalahan. Batu karang kegagalan bisa menjadi buku-buku yang hilang, penulis yang tak terkenal, dan cerita-cerita yang terlupakan. Dalam kegelapan, ada pelampung pengetahuan yang dapat mengangkat kita dari ketidaktahuan.
Kita harus memahami bahwa literasi sejati bukan hanya tentang mengumpulkan informasi, tetapi tentang pemahaman, refleksi, dan penerapan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Kampanye besar-besaran perlu dilakukan untuk mempromosikan budaya membaca di sekolah dan masyarakat, dengan melibatkan media sosial, acara literasi di komunitas, dan kerjasama dengan penulis lokal untuk menginspirasi minat baca.
Kita semua harus bersatu untuk menyelamatkan kapal literasi. Guru harus didukung dan dimotivasi untuk menjadi pembawa cahaya pengetahuan. Literasi harus menjadi tentang menjadi penjaga pintu gerbang pengetahuan yang selektif, cerdas, dan bijak. Dengan demikian, kita dapat mencegah kapal literasi kita tenggelam dalam lautan pengetahuan yang dangkal dan menjadikan literasi sebagai cahaya yang menerangi jalan kita menuju pemahaman yang lebih dalam dan pencerahan sejati.
Mewujudkan mimpi kita untuk menjadi bangsa yang literat adalah tugas bersama. Kita harus berinvestasi dalam pendidikan, menginspirasi generasi muda untuk membaca, dan membangun budaya literasi yang kuat. Literasi adalah jendela hati kita menuju pengetahuan dan pemahaman, dan melalui literasi, kita dapat membuka jendela itu untuk masa depan yang lebih cerah bagi Indonesia. Mari bersama-sama berkomitmen untuk mencapai hal ini, tidak hanya pada Hari Literasi, tetapi setiap hari. Dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa kapal literasi kita tetap kokoh dan menghadapinya dengan kepala tegak, siap mengarungi badai ketidaktahuan yang datang. (*)
Editor: Darmawan