ACEHSIANA.COM, Takengon – Di saat ruang kelas kosong dan deretan meja berdebu karena libur panjang, seorang guru tetap sibuk di balik layar—bukan dengan tumpukan tugas sekolah, melainkan dengan tekad untuk berinovasi demi para siswanya.
Ia adalah Wiwik Purmawanti SPd, guru Bahasa Indonesia di SMAN 5 Takengon, yang memanfaatkan libur semester sebagai waktu terbaik untuk merancang pembelajaran baru.
Di ruang kerja kecil di rumahnya, Wiwik tampak fokus di depan laptop, ditemani tumpukan buku sastra, kertas coretan ide, dan secangkir teh hangat.
Liburan, baginya, bukan hanya waktu untuk beristirahat, tetapi juga momen untuk merenung, memetakan gagasan, dan menyusun metode mengajar yang lebih menyenangkan.
“Saya ingin siswa merasa bahwa Bahasa Indonesia bukan pelajaran hafalan. Saya ingin mereka menikmati membaca, menulis, dan berdiskusi,” tutur Wiwik kepada media ini, Senin (30/06).
Selama masa libur, ia tengah mempersiapkan sebuah metode pembelajaran baru yang ia beri nama kelas berbasis cerita pendek.
Lewat pendekatan ini, Wiwik berencana meminta siswa menulis cerita dari pengalaman pribadi mereka, lalu membacakannya di kelas untuk didiskusikan bersama.
Menurutnya, cara ini bukan hanya untuk melatih keterampilan berbahasa, tetapi juga menjadi jembatan agar siswa dapat belajar mengenal diri sendiri dan lebih percaya diri untuk berbicara.
“Anak-anak sekarang butuh ruang untuk bicara, untuk didengar. Bahasa Indonesia adalah tempat yang tepat untuk itu,” tambahnya penuh semangat.
Tak hanya sibuk merancang metode baru, Wiwik juga memanfaatkan waktu libur untuk mengasah diri.
Ia aktif mengikuti berbagai webinar guru, menggali inspirasi dari sekolah lain, dan rutin berdiskusi dengan rekan sejawat melalui forum daring.
Baginya, tantangan terbesar dalam mengajar bukan sekadar menyampaikan materi, tetapi bagaimana menumbuhkan rasa percaya diri pada murid.
“Tantangan terbesar bukan materi pelajaran, tapi bagaimana membuat siswa merasa bahwa mereka mampu,” katanya.
Wiwik percaya bahwa semester baru bukan sekadar melanjutkan pelajaran di buku teks, melainkan juga momentum untuk menyalakan semangat baru di hati para muridnya.
Maka, ia rela mengorbankan waktu istirahatnya agar nanti, ketika bel masuk berbunyi kembali, ia tidak hanya datang dengan RPP dan modul ajar, tetapi juga dengan hati, harapan besar, dan inovasi yang segar untuk generasi penerus bangsa. (*)
Kontributor: Robi Sugara