ACEHSIANA.COM, Jakarta – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan akan terus mengambil tindakan tegas terhadap kasus-kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah. Upaya itu dilakukan di samping mendorong penguatan implementasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 di daerah.
Plt Kepala BKHM Kemendikbudristek, Anang Ristanto, mengatakan bahwa pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbudristek terus memperkuat upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Itu dilakukan melalui Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) yang baru saja diluncurkan pada 8 Agustus 2023 yang lalu.
“Kemendikbudristek juga bekerja sama erat dengan kementerian/lembaga lain seperti Kemendagri, Kemenag, Kemensos, KemenPPPA, dan lembaga negara lainnya dalam menyusun peraturan tersebut,” ujar Anang.
Menurut Anang, dalam upaya pelaksanaan dan penegakannya, pemerintah pusat juga tetap mendukung otonomi daerah dengan berkolaborasi bersama pemerintah daerah dan dinas terkait. Kerja sama itu utamanya adalah untuk pembentukan Satuan Tugas PPKSP dan juga berbagai tindakan pencegahan dan penanganan kasus yang terjadi.
“Sementara itu, tim Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek juga tetap melakukan penanganan laporan-laporan kekerasan di lapangan sesuai dengan mekanisme investigasi dan penerapan sanksi sesuai peraturan yang berlaku,” sebut Anang.
Anang menjelaskan, Kemendikbudristek juga terus berupaya mendorong diskusi dan penguatan implementasi kebijakan tersebut bersama dengan pemerintah daerah dan dinas di daerah. Dengan begitu, komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif, menyenangkan, dan bebas dari segala kekerasan dapat diwujudkan bersama-sama.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sejak Januari hingga September 2023 jumlah kasus perundungan di satuan pendidikan mencapai 23 kasus. Dari 23 kasus tersebut, 50 persennya terjadi di jenjang SMP, 23 persen terjadi dijenjang SD, 13,5 persen di jenjang SMA, dan 13,5 persen di jenjang SMK.
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, menyampaikan bahwa di antara 23 kasus perundungan itu ada yang sampai memakan korban jiwa. Di mana, terdapat satu siswa SD negeri di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, meninggal setelah mendapatkan kekerasan fisik dari teman sebaya dan satu santri MTs di Blitar, Jawa Timur, meninggal dunia usai mengalami kekerasan dari teman sebaya. Kedua kasus terjadi di lingkungan sekolah.
Heru mengatakan, dari 23 kasus tercatat ada pendisiplinan dengan kekerasan yang dilakukan guru terkait pelanggaran tata tertib sekolah. Tindak pendisiplinan dengan kekerasan itu, yakni guru memotong rambut 14 siswi karena tidak memaki ciput hingga pitak di depan yang terjadi di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur.
“Lalu ada kasus guru memotong rambut siswa hanya disisakan rambut samping anak di SMPN 1 Sianjur Mula Mula di Samosir, Sumatera Utara. Hal tersebut (pendisiplinan dengan kekerasan) berdampak pada anak korban yang merasa dipermalukan dan mengalami kekerasan psikis,” ucap Heru.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menilai Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) belum mampu mencegah dan menanggulangi kekerasan di sekolah.
“Permendikbud PPKSP belum mampu mencegah dan menanggulangi kekerasan di sekolah. Sangat disayangkan sekolah belum menyadari adanya aturan ini,” tutur Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri. (*)
Editor: Darmawan