Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

Jusuf Kalla Ungkap Sejarah Anggaran Pendidikan 20 Persen dari APBN

Jusuf Kalla Ungkap Sejarah Anggaran Pendidikan 20 Persen dari APBN

ACEHSIANA.COM, Jakarta – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menjelaskan sejarah awal mula penetapan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal ini ia sampaikan dalam Diskusi Kelompok Terpumpun bertajuk “Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan” bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang digelar di Hotel Sheraton Gandaria City, Jakarta, Sabtu (7/9).

JK menjelaskan bahwa landasan hukum penetapan anggaran pendidikan tersebut merujuk pada UUD 1945 pasal 31 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Menurut JK, ketentuan ini merupakan satu-satunya angka pasti yang tercantum dalam UUD, menandakan pentingnya pendidikan dalam pembangunan bangsa.

“Sebenarnya awal mula penetapan anggaran pendidikan 20 persen berasal dari UUD 1945 Pasal 31. Itulah satu-satunya angka pasti yang disebutkan dalam UUD terkait sektor pendidikan. Ini kemudian diadopsi dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” ujar JK.

Ia juga menyoroti bahwa hanya sedikit negara di dunia yang mencantumkan angka alokasi anggaran pendidikan secara pasti dalam undang-undang mereka.

Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara yang memiliki ketentuan tersebut, selain China dan Taiwan.

JK mengungkapkan bahwa pada tahun 2003, proses penetapan UU Nomor 20 ini melalui perdebatan panjang di parlemen sebelum akhirnya disepakati alokasi minimal 20 persen dari APBN untuk pendidikan.

Namun, penerapan awal dari kebijakan ini mengalami kendala, karena pada 2005 pemerintah hanya mampu mengalokasikan 11 persen dari APBN untuk pendidikan.

“Saat pelaksanaan, pemerintah tidak bisa mencapai 20 persen, hanya 11 persen. Tahun berikutnya juga sama, 11 persen lagi. Ini sangat berisiko, karena jika tidak mencapai angka 20 persen, pemerintah bisa di-impeach. Ini sudah merupakan amanat konstitusi,” jelas JK.

Salah satu kendala utama yang menyebabkan tidak tercapainya angka 20 persen adalah karena anggaran untuk guru tidak dimasukkan dalam alokasi anggaran pendidikan.

JK berpendapat bahwa guru merupakan bagian tak terpisahkan dari infrastruktur pendidikan yang seharusnya masuk dalam alokasi tersebut.

Setelah melalui berbagai pendekatan hingga pembahasan di Mahkamah Konstitusi (MK), akhirnya pada tahun 2006 anggaran untuk guru dimasukkan ke dalam alokasi pendidikan, sehingga angka 20 persen bisa dicapai.

“Dengan memasukkan guru ke dalam alokasi anggaran pendidikan, pada 2006 kita langsung mencapai 21 persen dari APBN. Itulah sejarah bagaimana kita bisa memenuhi ketentuan konstitusi tersebut,” sebut JK. “Anggaran terbesar dari pendidikan adalah untuk guru, yaitu sekitar 9 persen dari APBN.”

JK juga menegaskan bahwa memasukkan guru dalam alokasi anggaran pendidikan adalah langkah yang tepat karena guru merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan, bersama dengan infrastruktur, kurikulum, dan siswa.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mengusulkan kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR RI untuk memformulasi ulang acuan belanja wajib atau mandatory spending anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN.

Menurutnya, alokasi tersebut membuat negara kesulitan mencari anggaran di saat ketidakpastian ekonomi.

Namun, usulan tersebut ditolak oleh Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda. Ia menyatakan bahwa pengembangan pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan, sehingga anggaran pendidikan tidak boleh diutak-atik.

Huda menegaskan bahwa jika anggaran pendidikan diambil dari pendapatan negara dan bukan dari belanja APBN, maka akan terjadi pengurangan signifikan yang berimbas pada penyelenggaraan pendidikan di tanah air.

“Kami tegaskan, kami tidak setuju dengan utak-atik anggaran pendidikan yang diusulkan oleh Bu Sri Mulyani. Pendidikan kita masih butuh banyak perhatian dan peningkatan,” kata Huda.

Diskusi ini menjadi pengingat akan pentingnya alokasi anggaran pendidikan yang memadai untuk memastikan keberlanjutan dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, sesuai amanat konstitusi. (*)

Editor: Darmawan