ACEHSIANA.COM – Lhokseumawe – Dunia pendidikan tinggi Islam di Kota Lhokseumawe mencatat sejarah baru dengan resmi beralihnya status Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe.
Perubahan status ini ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia dan akan diserahkan secara resmi kepada pimpinan IAIN Lhokseumawe dalam sebuah acara yang dijadwalkan berlangsung pada Senin (26/5), di Kantor Kementerian Sekretaris Negara, Jakarta.
Transformasi ini merupakan bagian dari langkah strategis Kementerian Agama dalam memperkuat peran dan kapasitas Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) di seluruh Indonesia.
Dalam surat resmi bernomor B-128/DJ.I/Dt.I.III/HM.01/05/2025 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, disebutkan bahwa total terdapat 11 PTKN yang akan menerima salinan Perpres dalam kegiatan tersebut.
Rektor IAIN Lhokseumawe, Prof. Dr. Danial, M.Ag., mengungkapkan rasa syukur dan kebahagiaannya atas terbitnya Peraturan Presiden tersebut.
Prof Danial menyatakan bahwa ini merupakan anugerah besar dan momentum bersejarah bagi lembaga yang telah bertransformasi dari IAIN menjadi UIN.
“Kami sangat berbahagia. Syukur kepada Allah SWT dan terima kasih kepada Bapak Presiden Prabowo, Menteri Agama, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Hukum, Menteri PAN-RB, Menteri Keuangan, pemerintah daerah, dan seluruh pihak, termasuk teman-teman media yang selama ini telah berkontribusi dalam pengembangan IAIN Lhokseumawe,” ujar Prof Danial.
Prof Danial menegaskan bahwa status baru ini akan menjadi pendorong semangat bagi seluruh sivitas akademika untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, riset, dan pengabdian kepada masyarakat.
Nama “Sultanah Nahrasiyah” yang kini melekat pada lembaga pendidikan tinggi Islam di Lhokseumawe ini dipilih dengan penuh makna dan pertimbangan historis.
Sultanah Nahrasiyah merupakan pemimpin perempuan pertama dalam sejarah Islam Asia Tenggara yang pernah memerintah Kesultanan Samudera Pasai pada abad ke-15.
Ia dikenal sebagai sosok cendekia dan religius yang mampu memadukan ilmu pengetahuan dengan kepemimpinan yang adil serta berbasis nilai-nilai Islam.
Pengabadian nama beliau menjadi bagian dari upaya untuk menghidupkan kembali semangat keilmuan, kepemimpinan perempuan dalam Islam, serta nilai-nilai luhur sejarah Aceh dalam konteks pendidikan modern.
UIN Sultanah Nahrasiyah diharapkan menjadi institusi yang mencerminkan semangat intelektual dan spiritual sang sultanah, sekaligus mendorong kemajuan pendidikan Islam yang berakar pada kearifan lokal namun terbuka terhadap perkembangan global.
Selain IAIN Lhokseumawe, sepuluh PTKN lainnya juga mengalami perubahan bentuk kelembagaan menjadi UIN. IAIN Ambon berubah menjadi UIN Abdul Muthalib Sangadji Ambon, mengabadikan nama tokoh perjuangan dari Maluku yang dikenal karena dedikasinya terhadap kemerdekaan dan pendidikan.
IAIN Kediri menjadi UIN Syekh Wasil Kediri, mengambil nama ulama besar dari Jawa Timur yang mewakili tradisi pesantren dan perlawanan terhadap kolonialisme.
IAIN Kudus berubah menjadi UIN Sunan Kudus, mengangkat nama salah satu Wali Songo yang terkenal dengan pendekatan dakwah berbasis budaya.
IAIN Madura resmi menjadi UIN Madura, memperkuat peran Madura sebagai pusat pengembangan Islam Nusantara.
IAIN Metro Lampung bertransformasi menjadi UIN Jurai Siwo Lampung, mengusung nama kearifan lokal masyarakat Lampung yang dikenal dengan prinsip kebersamaan dan musyawarah.
IAIN Palangka Raya dan IAIN Palopo juga berubah menjadi UIN Palangka Raya dan IAIN Palopo menjadi UIN Palopo, memperluas akses pendidikan Islam tinggi ke kawasan Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan bagian utara.
IAIN Ponorogo menjadi UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo, mengabadikan nama tokoh pendiri salah satu pesantren tertua di Jawa yang berperan penting dalam pendidikan tradisional.
Sementara itu, STAIN Datuk Laksemana Bengkalis menjadi IAIN Datuk Laksemana Bengkalis dan STAHN Mpu Kuturan Singaraja berganti nama menjadi IAHN Mpu Kuturan, tokoh penyebar Hindu di Bali.
Transformasi ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menciptakan lembaga pendidikan tinggi keagamaan yang tidak hanya unggul dalam ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga adaptif terhadap perkembangan zaman, teknologi, dan kebutuhan masyarakat global.
Dengan menjadi universitas, institusi-institusi ini diharapkan dapat mengembangkan lebih banyak program studi interdisipliner, memperluas jejaring akademik, dan meningkatkan kualitas riset serta pengabdian kepada masyarakat. (*)
Editor: Darmawan