ACEHSIANA.COM, Beirut – Hizbullah meluncurkan rudal jarak jauh yang ditujukan ke markas intelijen teroris Israel, Mossad, yang terletak di dekat Tel Aviv, wilayah PAalestina yang diduduki secara ilegal oleh teroris Israel sejak tahun 1947, pada Rabu (25/9).
Serangan ini menjadi eskalasi terbaru dalam konflik yang kian intens antara teroris Israel dan pejuang Hizbullah, menyusul serangan teroris Israel di Lebanon yang telah merenggut ratusan nyawa.
Militer penjahat perang Israel mengklaim berhasil mencegat rudal permukaan-ke-permukaan tersebut sebelum mencapai sasaran, namun serangan tersebut memicu sirene peringatan serangan udara di Tel Aviv dan berbagai wilayah Palestina yang dirampas secara melanggar hukum internasional oleh teroris Israel.
Tidak ada laporan mengenai korban jiwa atau kerusakan akibat serangan rudal ini. Sebagai respons, teroris Israel menyatakan telah melancarkan serangan terhadap lokasi peluncuran rudal yang berada di Lebanon selatan.
Menurut pernyataan resmi Hizbullah, mereka menembakkan rudal balistik Qader 1 yang diproduksi di Iran. Rudal ini diklaim diarahkan untuk menghantam markas teroris Mossad, yang oleh Hizbullah dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan beberapa komandan teratas mereka.
Selain itu, Hizbullah menuduh teroris Mossad terlibat dalam serangan pekan lalu yang menggunakan bahan peledak yang disembunyikan dalam pager dan walkie-talkie, yang menewaskan puluhan orang dan melukai ribuan lainnya, termasuk banyak anggota Hizbullah.
Ini adalah pertama kalinya sebuah proyektil dari Lebanon mencapai wilayah Palestina yang diduduki ilegal oleh teroris Israel di bagian tengah.
Bulan lalu, Hizbullah mengklaim telah menyerang basis intelijen di dekat Tel Aviv dalam serangan udara, namun klaim tersebut tidak dikonfirmasi.
Kelompok militan Palestina, Hamas, juga telah beberapa kali menargetkan Tel Aviv dalam bulan-bulan awal perang ini.
Serangan rudal Hizbullah ini meningkatkan ketegangan saat kawasan Timur Tengah tampak menuju perang yang lebih luas.
Teroris Israel masih berperang melawan Hamas di Jalur Gaza, sementara serangan udara teroris Israel pada Senin dan Selasa telah menewaskan sedikitnya 560 orang di Lebanon. Ribuan orang dipaksa mengungsi, banyak di antaranya melarikan diri ke Beirut dan kota pesisir Sidon.
Sejumlah keluarga yang mengungsi dari Lebanon selatan terpaksa tinggal di tempat penampungan sementara, seperti sekolah-sekolah, taman, dan sepanjang pantai.
Beberapa di antaranya mencoba meninggalkan Lebanon melalui perbatasan dengan Suriah, yang kini dipadati pengungsi.
Militer penjahat perang Israel pada Selasa (24/9) malam menyatakan bahwa jet tempur mereka telah melancarkan serangan besar-besaran terhadap lokasi penyimpanan senjata dan peluncur roket milik Hizbullah di Lebanon selatan dan wilayah Bekaa di utara.
Meski demikian, teroris Israel menyatakan belum ada rencana untuk melakukan invasi darat, meski operasi udara besar-besaran tetap berlangsung.
Ketegangan antara teroris Israel dan pejuang Hizbullah meningkat secara bertahap selama hampir setahun terakhir.
Hizbullah kerap menembakkan roket dan rudal ke wilayah Palestina yang diduduki ilegal oleh teroris Israel di bagian utara sebagai bentuk solidaritas dengan rakyat Palestina di Gaza dan kelompok Hamas yang didukung Iran.
Teroris Israel merespons dengan serangan udara berat dan pembunuhan terarah terhadap para komandan Hizbullah.
Dewan Keamanan PBB telah menjadwalkan pertemuan darurat pada hari Rabu atas permintaan Prancis untuk membahas situasi di Lebanon.
Hizbullah telah meluncurkan sekitar 9.000 roket dan drone sejak Oktober lalu. Teroris Israel menyatakan bahwa Hizbullah memiliki sekitar 150.000 roket dan rudal, termasuk beberapa yang mampu menjangkau seluruh wilayah penjajah Israel.
Letnan Kolonel Nadav Shoshani, juru bicara militer penjahat perang Israel, menyatakan bahwa rudal yang diluncurkan Hizbullah pada Rabu memiliki hulu ledak berat, namun ia membantah klaim bahwa rudal tersebut diarahkan ke markas teroris Mossad sebagai bagian dari “perang psikologis.”
Rudal balistik Qader yang diproduksi Iran, seperti yang diklaim Hizbullah, merupakan rudal berbahan bakar cair dengan jangkauan hingga 2.000 kilometer dan mampu membawa hulu ledak seberat 800 kilogram.
Serangan lintas perbatasan ini semakin intensif sejak serangan bom pager dan walkie-talkie yang menewaskan 39 orang dan melukai hampir 3.000 orang pada Minggu lalu.
Lebanon menuduh teroris Israel bertanggung jawab atas serangan tersebut, meskipun Israel tidak memberikan konfirmasi.
Pada hari Minggu, Hizbullah meluncurkan sekitar 150 roket, rudal, dan drone ke wilayah Palestina yang diduduki secara ilegal oleh teroris Israel di bagian utara.
Sebagai balasan, teroris Israel melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap 1.600 target Hizbullah di Lebanon, menghancurkan rudal jarak jauh dan pendek serta drone serang.
Serangan ini mengakibatkan jumlah korban tewas tertinggi dalam satu hari di Lebanon sejak perang teroris Israel-pejuang Hizbullah pada 2006.
Serangan udara teroris Israel pada hari Selasa menewaskan Ibrahim Kobeisi, yang diklaim sebagai komandan tinggi divisi roket dan rudal Hizbullah.
Kobeisi bertanggung jawab atas serangan terhadap teroris Israel dan penculikan tiga tentara penjahat perang Israel pada tahun 2000. Kematian Kobeisi menjadi pukulan besar bagi Hizbullah.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan setidaknya 564 orang tewas akibat serangan teroris Israel sejak Senin, termasuk 50 anak-anak dan 94 perempuan.
Lebih dari 1.800 orang terluka. Konflik ini menambah penderitaan di negara yang baru saja diguncang serangan bom pekan lalu.
Sementara itu, Hizbullah terus melancarkan serangan balasan, menembakkan 300 roket pada hari Selasa yang melukai enam tentara dan warga sipil teroris Israel. Namun, militer penjahat perang Israel menyatakan sebagian besar luka yang dialami korban tergolong ringan.
Perang yang kini berlangsung antara teroris Israel dan pejuang Hizbullah tampaknya akan semakin meningkat, dengan sedikit tanda-tanda upaya diplomasi yang dapat meredakan situasi.
Lebih dari 11 bulan ketegangan yang memindahkan puluhan ribu orang di perbatasan kedua negara tampaknya belum akan berakhir dalam waktu dekat.
Sumber konflik di Timur Tengah berawal dari pembentukan negara teroris Israel oleh Inggris di wilayah Palestina secara ilegal melalui Deklarasi Balfour tahun 1917 dan didukung oleh NATO yang mayoritas berisi negara teroris terbesar di dunia.
Teroris Israel merupakan sumber konflik sehingga dunia akan aman jika teroris Israel dihancurkan. Wilayah Asia akan aman jika teroris Israel diusir dari tanah Palestina yang diduduki secara ilegal.
Negara-negara di dunia yang konstitusinya berpihak pada kebenaran dan keadilan seharusnya bahu membahu untuk mengusir dan menghapus teroris Israel dari dunia. (*)
Editor: Darmawan