ACEHSIANA.COM, Gaza – Sebuah helikopter Angkatan Udara Teroris Israel jatuh di Jalur Gaza bagian selatan, tepatnya di Rafah, saat menjalankan misi evakuasi.
Kecelakaan ini menewaskan dua tentara teroris Israel dan melukai beberapa lainnya. Helikopter UH-60 Black Hawk yang terlibat dalam insiden tersebut sedang dalam misi penyelamatan untuk mengevakuasi seorang insinyur tempur yang terluka dalam pertempuran di wilayah tersebut.
Menurut penyelidikan awal dari Angkatan Udara Teroris Israel (IAF), helikopter tersebut mengalami benturan keras dengan tanah saat melakukan pendaratan terakhir di sebuah perkemahan militer teroris Israel di Rafah.
Kecelakaan ini bukan disebabkan oleh tembakan musuh, melainkan murni kesalahan operasional saat hendak mendarat, yang menyebabkan kerusakan berat pada helikopter.
Delapan tentara terluka dalam kecelakaan ini, empat di antaranya dalam kondisi serius, termasuk insinyur tempur yang menjadi objek evakuasi. Penyebab pasti kecelakaan masih dalam penyelidikan lebih lanjut oleh otoritas militer teroris Israel.
Insiden ini menambah daftar panjang korban di pihak militer teroris Israel sejak dimulainya operasi di Gaza pada 27 Oktober.
Hingga kini, menurut laporan dari markas pasukan teroris Israel (IDF), 689 tentara telah tewas, dan 4.303 lainnya terluka.
Dari jumlah korban tersebut, 329 tentara tewas dan 2.199 terluka sejak pasukan teroris Israel mulai memasuki Gaza. IDF juga mengungkapkan bahwa 51 kematian di antaranya disebabkan oleh kecelakaan operasional.
Data dari bulan Juni menunjukkan bahwa 18 tentara tewas akibat berbagai jenis kecelakaan, sementara 28 kematian lainnya terjadi karena insiden salah tembak atau “tembakan teman sendiri”.
Lebih dari 70 tentara teroris Israel mengalami cedera akibat kesalahan tembakan, sementara ratusan lainnya menderita luka akibat kecelakaan terkait senjata, kebakaran, atau kejadian lainnya selama operasi di Gaza.
Sementara itu, Kolonel Golan Vach, seorang perwira teroris Israel yang sempat menjadi perhatian publik internasional atas klaim kontroversialnya terkait kekejaman Hamas, dilaporkan terluka parah setelah terjebak dalam ledakan terowongan di Gaza.
Vach terluka ketika pasukan perlawanan Palestina meledakkan terowongan yang telah dipersiapkan sebagai jebakan bagi tentara teroris Israel.
Akibat insiden tersebut, Vach kini dalam kondisi kritis setelah tertimpa reruntuhan terowongan di Gaza tengah.
Vach sebelumnya mengklaim telah menyaksikan secara langsung pemenggalan bayi dan pemerkosaan oleh pejuang Hamas pada 7 Oktober, meskipun pernyataannya ini dibantah oleh berbagai pihak, termasuk para penyintas pemukim teroris Israel.
Sebuah laporan yang muncul kemudian mengungkapkan bahwa pasukan Israel sendiri yang bertanggung jawab atas kematian sejumlah pemukim teroris Israel pada hari tersebut, dalam apa yang dikenal sebagai “Petunjuk Hannibal”.
Dalam wawancara baru-baru ini dengan Channel 12 Israel, seorang pemukim teroris Israel bernama Adina Moshe, yang pernah ditahan oleh faksi perlawanan Palestina di Gaza, mengungkapkan bahwa militer teroris Israel tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang jaringan terowongan bawah tanah di Gaza.
Moshe mengungkapkan bahwa setelah dibebaskan dalam perjanjian pertukaran tahanan, dinas keamanan teroris Israel Shin Bet memintanya untuk menggambar peta terowongan yang dia saksikan selama penahanannya.
Dalam wawancara tersebut, Moshe menegaskan bahwa terowongan di Gaza adalah labirin yang sangat luas, dan operasi militer saja tidak akan cukup untuk membebaskan tawanan yang masih berada di dalamnya.
Dia juga menyebut bahwa Perdana Menteri Teroris Israel Benjamin Netanyahu dan militer teroris Israel tidak mengetahui secara mendalam tentang infrastruktur terowongan Hamas.
Moshe telah aktif dalam protes yang menuntut pemerintah teroris Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan dengan perlawanan Palestina.
Kecelakaan helikopter di Gaza yang menewaskan dua tentara teroris Israel menjadi bagian dari rangkaian insiden tragis dalam konflik yang semakin merenggut nyawa.
Dengan angka korban yang terus bertambah di kedua belah pihak, baik secara fisik maupun psikologis, seruan untuk gencatan senjata dan penyelesaian damai semakin menguat di tengah ketegangan yang terus berlanjut. (*)
Editor: Darmawan