ACEHSIANA.COM, Jakarta – Badan Anggaran (Banggar) DPR RI memutuskan skema penghitungan 20 persen Dana Pendidikan dari APBN tetap mengacu pada belanja negara, bukan pendapatan negara, sebagaimana usulan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani beberapa hari sebelumnya.
Keputusan ini sekaligus menutup potensi penurunan alokasi anggaran pendidikan yang diusulkan Menkeu, yang sebelumnya diperkirakan bisa memangkas dana pendidikan hingga lebih dari Rp 100 triliun.
“Kami mendapatkan informasi dari Banggar DPR bahwa skema penghitungan 20 persen Dana Pendidikan dari APBN tetap mengacu pada belanja negara. Kami tentu sangat mengapresiasi keputusan tersebut karena menutup potensi penurunan besaran anggaran pendidikan lebih dari Rp 100 triliun,” ujar Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, dalam keterangannya, Minggu (15/9).
Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani mengusulkan kepada Banggar DPR agar skema penghitungan Dana Pendidikan diubah berdasarkan pendapatan negara, dengan alasan agar alokasi dana pendidikan tidak terlalu membebani APBN.
Namun, perubahan ini akan berdampak pada pengurangan besaran Dana Pendidikan hingga Rp 130 triliun, yang dinilai terlalu signifikan.
Keputusan Banggar ini disebut Huda sesuai dengan aspirasi publik yang menghendaki agar besaran 20 persen Dana Pendidikan dari APBN tidak diubah.
Dengan tetap mempertahankan skema berbasis belanja negara, Huda berharap berbagai permasalahan pendidikan, seperti kesejahteraan guru, akses ke pendidikan tinggi, dan perbaikan sarana-prasarana pendidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) bisa segera diatasi.
“Kami berharap keputusan ini dapat mendorong perbaikan penyelenggaraan layanan pendidikan, termasuk berbagai program unggulan pemerintahan baru seperti pembangunan sekolah unggulan dan perbaikan sarana-prasarana pendidikan,” sebut Huda.
Meski demikian, Huda mengingatkan adanya kebutuhan mendesak untuk memperbaiki pola distribusi Dana Pendidikan dari APBN.
Berdasarkan kesimpulan Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan DPR RI, terdapat beberapa masalah mendasar terkait alokasi 20 persen Dana Pendidikan, yang mengakibatkan anggaran besar ini belum sepenuhnya optimal dalam meningkatkan kualitas layanan pendidikan di Indonesia.
“Panja Pembiayaan Pendidikan menilai selama ini proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi mandatory spending 20 persen APBN untuk Dana Pendidikan tidak dilakukan secara optimal. Bahkan ada indikasi bahwa pembagian dana ini hanya untuk memenuhi batas minimal 20 persen tanpa memperhitungkan hasil dan dampaknya bagi peningkatan layanan pendidikan,” kata Huda.
Selain itu, Panja Pembiayaan Pendidikan juga menemukan adanya pelanggaran substantif dalam penggunaan Dana Pendidikan untuk Transfer ke Daerah dan Desa (TKDD).
Menurut Huda, meskipun alokasi dana untuk TKDD sangat besar—lebih dari 50 persen dari total Dana Pendidikan—pelaksanaannya tidak pernah dievaluasi secara khusus, sehingga ada potensi penggunaan dana yang tidak sesuai dengan fungsi pendidikan.
“Padahal alokasi dana pendidikan untuk TKDD sangat besar, bahkan lebih dari 50 persen, namun pelaksanaannya tidak dievaluasi. Akibatnya, layanan pendidikan di daerah juga belum optimal,” tambahnya.
Huda menyatakan bahwa temuan dan rekomendasi Panja Pembiayaan Pendidikan telah disampaikan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Dia berharap rekomendasi tersebut menjadi dasar dalam memperbaiki mekanisme distribusi anggaran pendidikan di masa depan.
“Kami berharap Pemerintahan Prabowo-Gibran menjadikan rekomendasi Panja Pembiayaan Pendidikan sebagai acuan perbaikan distribusi anggaran, sehingga pemanfaatan dana pendidikan dari APBN bisa lebih optimal,” tutup Huda. (*)
Editor: Darmawan