Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

Deep Learning Sudah Lama Hidup di Sekolah 

Oleh. Hasan Basri, S.Pd.MM

Respon terhadap dari Facebook  Abdul Hamid, S.Pd., M.Pd. atas artikel yang ditulis oleh Syamsir Alam tentang kesulitan guru menerapkan Deep Learning (Pembelajaran Mendalam) menginspirasi refleksi akan sejarah panjang pendidikan kita.

Meski istilah tersebut kini terdengar modern dan sarat teknologi, pada dasarnya praktik pembelajaran mendalam telah tumbuh dan berkembang secara alami dalam ruang-ruang kelas sederhana sejak masa awal kemerdekaan Indonesia.

Konsep deep learning atau pembelajaran mendalam yang kini menjadi tren dalam dunia pendidikan modern sebenarnya telah lama hidup dan dipraktikkan di tanah air, jauh sebelum istilah ini populer.

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, para guru Sekolah Rakyat (SR) telah menerapkan pendekatan serupa, meski secara intuitif dan tanpa terminologi akademik yang rumit. Pembelajaran pada masa itu tidak hanya menekankan pada transfer pengetahuan secara kognitif, tetapi juga secara holistik menyentuh aspek afektif dan spiritual peserta didik.

Salah satu praktik yang menonjol adalah pembagian waktu belajar yang khas: materi umum seperti membaca, menulis, dan berhitung diajarkan pada pagi hari, sementara siang harinya difokuskan pada pelajaran agama dan pembentukan karakter. Ini mencerminkan kesadaran pendidikan pada masa itu bahwa ilmu pengetahuan harus berjalan beriringan dengan nilai moral dan spiritual.

Para guru di masa itu memiliki intuisi pendidikan yang tajam. Dengan segala keterbatasan sumber daya, mereka mampu menanamkan pemahaman mendalam, membangun kedekatan emosional dengan siswa, serta menjadikan diri mereka panutan yang menginspirasi.

Keberhasilan pembelajaran pada masa itu tidak hanya bergantung pada kecakapan guru dalam menyampaikan materi, tetapi juga pada keikhlasan mereka dalam menjalankan tugas mulia. Guru tidak hanya mengajar karena tuntutan profesi, tetapi karena adanya panggilan jiwa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Di sisi lain, siswa menunjukkan semangat belajar yang tinggi dan rasa hormat yang mendalam terhadap guru, yang menjadi faktor penting dalam menciptakan suasana belajar yang produktif.

Namun, meskipun praktik pembelajaran mendalam telah terjadi secara nyata, pendekatan evaluatif terhadap hasil pembelajaran pada masa itu belumlah sistematis. Belum ada kerangka kerja terstandar untuk mengukur pemahaman mendalam secara konseptual.

Instrumen yang digunakan masih bersifat tradisional dan sederhana, seperti tes lisan atau tulisan yang hanya menguji kemampuan dasar. Aspek berpikir kritis, analisis, maupun transfer pengetahuan ke konteks kehidupan belum sepenuhnya dapat diukur secara objektif dan menyeluruh.

Di masa kini, dunia pendidikan telah berkembang dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsep pembelajaran mendalam kini tidak hanya dipahami secara luas, tetapi juga dapat diukur melalui berbagai metode yang lebih akurat. Asesmen formatif dan sumatif, penilaian berbasis kinerja, portofolio siswa, observasi kelas, hingga analisis data jangka panjang menjadi alat yang memungkinkan guru melihat sejauh mana siswa memahami dan menerapkan ilmu yang dipelajarinya. Bahkan, berbagai survei dan kuesioner kini digunakan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang pengalaman belajar siswa.

Apa yang dilakukan guru Sekolah Rakyat di masa lalu sesungguhnya menjadi warisan berharga yang layak diangkat kembali dalam praktik pendidikan saat ini. Intuisi mereka dalam menyeimbangkan aspek kognitif dan afektif dalam pembelajaran adalah sesuatu yang sangat relevan dengan kebutuhan pendidikan abad ke-21.

Kini, tugas pendidik modern adalah menjembatani kearifan masa lalu dengan pendekatan ilmiah masa kini untuk menciptakan pembelajaran yang benar-benar bermakna dan berdampak bagi peserta didik. Pembelajaran mendalam tidak hanya mungkin dilakukan, tetapi juga bisa diukur dan ditingkatkan secara berkelanjutan demi menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang dalam karakter dan nilai-nilai kehidupan.

Penulis adalah kepala SMAN 1 Simpang Mamplam Kabupaten Bireuen.