ACEHSIANA.COM, Budapest – Terpilih sebagai Perdana Menteri (PM) Hungaria keempat kalinya, Viktor Orban nyatakan bahwa Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky sebagai lawan. Hal itu dinyatakan Orban dalam pidatonya pasca terpilih kembali pada Senin (4/4) di Budapest, Hungaria.
Menurut pengumuman Dewan Pemilihan Nasional Hungaria, Orban yang juga sekutu Presiden Rusia, Vladimir Putin, meraih kemenangan dalam pemilihan parlemen di negara itu. Hal itu merupakan masa jabatan keempat Orban secara berturut-turut.
Partai Fidesz yang dipimpin Orban, sebagaimana dilansir CNN (4/4), memimpin dengan 71 persen suara yang telah dihitung. Hasil tersebut disampaikan dewan pemilihan nasional Hungaria pada Minggu (3/4) malam.
Kampanye pemilihan didominasi oleh invasi Rusia ke Ukraina yang menempatkan hubungan panjang Orban dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di bawah pengawasan.
Orban dalam pidato kemenangannya, menyebut Zelensky sebagai salah satu ‘lawan’ yang harus dia kalahkan selama kampanye.
Hungaria sangat bergantung pada energi Rusia dan Orban telah menghindari peluang untuk mengutuk serangan Putin terhadap negara tetangganya, memperumit upaya Uni Eropa untuk menghadirkan front persatuan melawan Putin.
Meskipun jajak pendapat memperkirakan persaingan yang lebih ketat, Partai Fidesz pimpinan Orban menang dengan nyaman di sebagian besar negara. Pemimpin oposisi Peter Marki-Zay bahkan gagal menang di distriknya sendiri, di mana dia pernah menjabat sebagai wali kota.
“Kami memiliki kemenangan yang dapat dilihat dari bulan, tetapi pasti dapat dilihat dari Brussel,” ujar Orban.
Orban menjelaskan bahwa ketegangan telah berlangsung lama antara pemerintahnya dengan para pemimpin Uni Eropa.
“Kami akan mengingat kemenangan ini sampai akhir hidup kami karena kami harus berjuang melawan sejumlah besar lawan. Juga presiden Ukraina, kami tidak pernah memiliki begitu banyak lawan pada saat yang bersamaan,” sebut Orban.
Orban telah menguasai ketat lembaga peradilan, media dan pendidikan Hungaria selama 12 tahun berkuasa. Saat ini akan diperpanjang hingga 2026. Orban juga telah mendorong undang-undang yang menargetkan migran dan komunitas LGBTQ dan telah berbicara tentang niatnya untuk membangun negara ‘tidak liberal’ di dalam UE.
Kritikus telah lama mengeluh Orban telah memiringkan lapangan permainan politik melawan lawan-lawannya. Bulan lalu, Kantor Eropa untuk Lembaga Demokratik dan Hak Asasi Manusia (OSCE), merekomendasikan operasi pemantauan internasional skala penuh dari jajak pendapat 3 April – langkah langka untuk negara Uni Eropa – setelah menilai klaim ‘kemerosotan umum kondisi untuk pemilihan yang demokratis’.
“Seluruh dunia dapat melihat malam ini di Budapest bahwa politik Kristen Demokrat, politik konservatif dan politik nasionalistik menang. Pesan kami ke Eropa adalah bahwa ini bukan masa lalu tetapi masa depan. Ini akan menjadi masa depan Eropa kita bersama,” tutur Orban.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Orban berkampanye terutama pada media sosial untuk menjaga pasukan dan senjata Hungaria tak ikut-ikutan dalam perang. Dia telah mendukung sebagian besar sanksi Uni Eropa terhadap Rusia sejak menginvasi Ukraina, tetapi telah menolak melangkah lebih jauh dan menempatkan dirinya sebagai pembawa damai bagi para pemilih.
Menteri luar negerinya pernah menuduh pemerintah Ukraina berkoordinasi dengan partai-partai oposisi Hungaria. Tapi tuduhan itu disampaikan tanpa bukti apapun. Oposisi mengkritik Orban karena sikapnya tersebut.
“Putin sedang membangun kembali kekaisaran Soviet dan Orban hanya mengawasinya dengan ketenangan strategis,” ucap pemimpin oposisi Marki-Zay.
Marki-Zay menegaskan bahwa mereka tidak memperdebatkan kemenangan Fidesz, tetapi memperdebatkan bahwa pemilihan ini demokratis dan seimbang. Kami, kata Marki-Zay akan tinggal di negara ini, saling membela, berpegangan tangan dan tidak akan melepaskan satu sama lain.
“Masa-masa sulit akan datang, terlepas dari hasil pemilu. Kami tahu mereka akan menyalahkan kami, kami akan menjadi kambing hitam, jadi lebih penting dari sebelumnya untuk saling berpegangan tangan dan tidak melepaskannya,” ungkap Marki-Zay yang mengakui kemenangan Orban.
Sebelum invasi Rusia ke Ukraina, Orban memiliki hubungan yang sulit dengan Uni Eropa. Pemerintahannya telah dicerca oleh tokoh-tokoh senior di blok tersebut karena masalah aturan hukum; awal tahun ini, pengadilan tinggi Eropa mengizinkan UE untuk memblokir pendanaan ke Hungaria dan Polandia karena dianggap melanggar hak-hak demokrasi.
Referendum juga diadakan pada hari Minggu tentang undang-undang kontroversial Orban yang melarang materi dan program pendidikan untuk anak-anak yang dianggap mempromosikan homoseksualitas dan perubahan gender. (*)
Editor: Darmawan