Detik bertalu akhir Bulan lahir kita
Aku masih mendeskripsi piawai mu menyusun tawa
Kumpulan frasa mu yang hiperbola
Kita pernah menjadi pelita di pekat malam
Kita pernah mengintai hari menuju petang
Dengan penuh kebetulan bukan pasal kesengajaan
Kau mengukir di pohon cemara
Bulan lahir Kita
Yang kau gadangkan simbol keabadian cinta yang tak kan usai
Rindu ini ibarat lumut memenuhi seisi hati
Bahkan tidak akan sembuh mesti temu telah kita isi
Kata mu kau mencintai ku dalam diam yang paling riuh
Dalam doa yang paling utuh
Dalam bisu yang paling sungguh
Semoga saja aksara luka tak kan memenuhi rongga kita
Aku berpikir apa artinya kita berdua ada rasa
Bila yang tersisa hanya jarak dan doa
Namun di binar mataku ada kamu sebagai takaran kebahagiaan
Bukan perisai simbol pelampiasan
Izin kan aku menjadi aroma kopi di meja malam mu
Agar kau meneguk secara perlahan sambil mengenyam penuh keabadian