Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi
OPINI  

Dari Teori ke Praktik: Menyulam Pengalaman Lapangan Mahasiswa FTIK UIN SUNA Lhokseumawe

Oleh: Samhudi
Dosen UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe, Aceh

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan salah satu momen paling berharga dalam perjalanan akademik mahasiswa. Ia bukan sekadar mata kuliah wajib yang tertulis di kurikulum, melainkan wahana nyata di mana ilmu yang selama ini dipelajari dalam ruang-ruang kelas diuji, dipraktikkan, dan diperkaya dengan dinamika kehidupan lapangan. Di lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe (UIN SUNA Lhokseumawe), PPL tidak hanya dipandang sebagai rutinitas akademik, tetapi juga sebagai proses transformasi diri: dari seorang mahasiswa menjadi pendidik, pemimpin, sekaligus agen perubahan sosial.

Teori Bertemu Realitas
Bagi mahasiswa FTIK, PPL adalah ruang perjumpaan antara teori yang diajarkan di kelas dengan realitas kompleks dunia pendidikan. Di bangku kuliah, mahasiswa berhadapan dengan konsep pedagogik, filsafat pendidikan, strategi pembelajaran, evaluasi pembelajaran serta konsep-konsep dalam pengembangan kurikulum. Namun, di sekolah tempat mereka melaksanakan PPL, mereka berhadapan dengan peserta didik dengan latar belakang yang beragam, fasilitas pembelajaran, birokrasi sekolah, hingga dinamika sosial masyarakat. Perjumpaan inilah yang menjadikan PPL sebagai ajang pembelajaran sesungguhnya. Teori yang ideal diuji oleh realitas yang penuh tantangan.

Melatih Adaptasi dan Kreativitas
Dalam pelaksanaan PPL, tidak jarang rencana pembelajaran yang sudah disusun rapi ternyata harus diubah karena kondisi kelas yang tidak kondusif, atau keterbatasan sarana mengharuskan mereka lebih kreatif. Di sinilah lahir keterampilan baru: improvisasi, komunikasi interpersonal, hingga kepemimpinan. Mahasiswa belajar bahwa menjadi seorang pendidik bukan hanya soal menguasai materi, tetapi juga memahami psikologi anak, membangun hubungan dengan sesama guru, serta menjalin komunikasi dengan orang tua siswa.

Lebih dari itu, PPL mengajarkan mahasiswa arti tanggung jawab profesional. Selama ini, mahasiswa mungkin terbiasa sebagai penerima pengetahuan. Namun di lapangan, mereka berperan sebagai pemberi pengetahuan sekaligus teladan moral. Setiap kata, sikap, dan tindakan mereka menjadi cerminan seorang guru yang akan ditiru oleh siswa. Dalam konteks pendidikan Islam, hal ini menjadi lebih penting. Seorang guru tidak hanya dituntut menyampaikan ilmu, melainkan juga teladan moral yang diperhatikan oleh siswa setiap hari. Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa mendidik adalah amal mulia yang membutuhkan integritas moral, bukan sekadar kecakapan teknis.

Dimensi Dakwah dan Pengabdian
PPL mahasiswa FTIK UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe tidak sekadar kegiatan akademik, tetapi juga memiliki dimensi dakwah. Mahasiswa hadir di lingkungan sekolah dan masyarakat sebagai representasi kampus Islam yang berusaha membumikan ilmu dalam praktik nyata. Kehadiran mereka bukan hanya sebagai tenaga bantu di sekolah, melainkan juga sebagai role model generasi muda muslim yang cerdas, santun, dan berintegritas. Bahkan, tidak jarang mereka diminta terlibat dalam kegiatan diluar kelas, seperti memimpin pembacaan Surat Yasin yang dilaksanakan sekolah di setiap pagi Jumat, melatih siswa mengikuti perlombaan, atau menjadi imam shalat berjamaah di mushalla sekolah.

Tantangan dalam Pelaksanaan PPL
Meski memberi banyak manfaat, PPL juga menghadirkan tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satu hal yang sering muncul adalah belum optimalnya sinergi antara para pihak terkait. Dalam pelaksanaannya, ada kalanya mahasiswa merasa arahan yang diberikan masih bersifat administratif, sementara mereka membutuhkan pendampingan yang lebih bersifat substantif, misalnya bagaimana mengatasi siswa yang pasif, strategi menghadapi kelas besar, atau bahkan cara menanamkan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran.

Di sisi lain, perkembangan teknologi pendidikan juga menuntut inovasi dalam pelaksanaan PPL. Generasi Z yang kini duduk di bangku sekolah adalah generasi digital native, yang terbiasa dengan gawai, aplikasi, dan berbagai platform media sosial. Mahasiswa PPL tidak bisa lagi mengandalkan metode konvensional sepenuhnya. Mereka dituntut untuk kreatif memanfaatkan teknologi, misalnya menggunakan platform pembelajaran digital, membuat konten edukatif di media sosial, atau mengintegrasikan aplikasi interaktif dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan semangat transformasi digital yang juga digaungkan oleh UIN SUNA Lhokseumawe dalam berbagai lini.

Jembatan Menuju Dunia Profesional
Lebih jauh, PPL juga berfungsi sebagai jembatan antara dunia kampus dan dunia kerja. Melalui pengalaman lapangan, mahasiswa mengenal lebih dekat realitas profesi yang akan mereka geluti nantinya. Mereka belajar bahwa menjadi pendidik bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan yang menuntut dedikasi tinggi dan ketulusan.

Bagi sebagian mahasiswa, PPL bahkan menjadi titik refleksi: apakah mereka siap menapaki profesi sebagai guru, atau perlu mengeksplorasi jalur lain yang lebih sesuai dengan dengan passion dan kemampuan. Dengan kata lain, PPL membantu mahasiswa menemukan jati diri profesional sekaligus arah masa depan.

Manfaat Bagi Sekolah dan Masyarakat
Selain memberi manfaat langsung kepada mahasiswa, PPL juga membawa dampak positif bagi sekolah dan masyarakat. Kehadiran mahasiswa PPL biasanya membawa energi baru, ide segar, serta semangat muda yang mampu menghidupkan suasana belajar. Tidak sedikit guru yang merasa terbantu dengan inovasi yang dibawa mahasiswa, baik dalam penggunaan media pembelajaran, desain metode baru, maupun integrasi nilai-nilai Islami dalam kegiatan sekolah. Pada saat yang sama, masyarakat juga menyambut positif karena mahasiswa dianggap sebagai agen perubahan yang mampu mendorong kemajuan pendidikan lokal.

Dengan segala nilai penting tersebut, sudah sepatutnya PPL dikelola secara lebih inovatif. Kampus perlu membangun jejaring yang kuat dengan sekolah-sekolah mitra agar program ini tidak sekadar menjadi agenda tahunan, melainkan kolaborasi strategis yang saling menguntungkan. Pembimbing lapangan, baik dari pihak dosen maupun guru, harus mampu memberikan bimbingan yang lebih efektif. Bahkan, evaluasi PPL sebaiknya tidak hanya berfokus pada aspek administratif, melainkan juga pada aspek refleksi kritis mahasiswa.

Akhirnya, PPL adalah jendela yang membuka mata mahasiswa FTIK UIN SUNA Lhokseumawe terhadap kenyataan bahwa ilmu dan amal harus berjalan beriringan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11). Ayat ini mengingatkan bahwa ilmu bukanlah sekadar hafalan, tetapi harus diwujudkan dalam praktik nyata yang memberi manfaat bagi sesama.

Penutup
Praktik Pengalaman Lapangan bagi mahasiswa FTIK UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe adalah proses penting yang menyulam teori dan praktik, mengasah intelektualitas sekaligus spiritualitas, serta mempersiapkan mahasiswa menjadi pendidik yang profesional. Dengan pengelolaan yang baik, PPL akan menjadi warisan pengalaman berharga yang tidak hanya membentuk guru profesional, tetapi juga membentuk pemimpin masa depan yang mampu menjawab tantangan zaman dengan penuh kebijaksanaan. Wallahu a’lam bishawab.