Oleh: Humaira Rahimy, Mahasiswi Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Universitas Islam Negeri Sultanah Nahrasiyah, Lhokseumawe – Aceh
Di era modern yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi, isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) bukan lagi hal yang asing di tengah masyarakat. Fenomena ini kian marak diperbincangkan, bahkan dalam beberapa kalangan telah dianggap sebagai bentuk ekspresi kebebasan individu. Namun, dari sudut pandang ajaran Islam, LGBT merupakan perilaku yang menyimpang dari fitrah kemanusiaan dan bertentangan dengan nilai-nilai moral serta tuntunan agama.
Fenomena penyimpangan seksual seperti ini sesungguhnya telah terjadi sejak zaman Nabi Luth ‘alaihissalam. Hal ini tergambar secara jelas dalam Al-Qur’an Surah An-Naml ayat 54–58, yang artinya:
(54) Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji (fahisyah), padahal kamu melihatnya (kekejian perbuatan maksiat itu)?”
(55) “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk melampiaskan syahwatmu, bukan (mendatangi) perempuan? Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu).”
(56) Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, “Usirlah Luth dan keluarganya dari negerimu; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (menganggap dirinya) suci.”
(57) Maka Kami menyelamatkan dia dan keluarganya, kecuali istrinya. Kami telah menakdirkannya termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).
(58) Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu); maka sangat buruklah hujan yang ditimpakan kepada orang-orang yang diberi peringatan, tetapi tidak mengindahkannya.
Ayat-ayat di atas menunjukkan betapa kerasnya kecaman Allah SWT terhadap perilaku kaum Nabi Luth yang terjerumus dalam perbuatan fahisyah. Kata fahisyah dalam Al-Qur’an merujuk pada perbuatan dosa besar yang melampaui batas, baik dari segi moral maupun sosial, yang dapat membawa kerusakan dan dampak negatif terhadap individu maupun masyarakat luas. Perilaku LGBT termasuk dalam kategori ini karena menyimpang dari tatanan fitrah manusia dan mengancam tatanan sosial serta kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, diperkirakan populasi LGBT di Indonesia mencapai sekitar 3% dari total penduduk. Beberapa provinsi dengan angka tertinggi antara lain:
- Jawa Barat: 302.000 orang
- Jawa Timur: 300.000 orang
- Jawa Tengah: 218.000 orang
- DKI Jakarta: 43.000 orang
- Sumatra Barat: 18.000 orang
(Sumber: Dirgantaraonline, “Provinsi dengan Populasi LGBT Terbanyak di Indonesia, Nomor 5 Mengejutkan!”, 12 Mei 2025)
Data tersebut menunjukkan bahwa fenomena LGBT telah menjadi tantangan nyata di tengah masyarakat Indonesia, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini tentu menjadi perhatian serius mengingat semakin lunturnya nilai-nilai moral dan agama dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai umat Islam, sudah menjadi kewajiban untuk menjauhi perbuatan yang dilarang Allah SWT, serta berperan aktif dalam mengedukasi dan menanamkan nilai-nilai moral dan agama, terutama kepada generasi muda. Namun demikian, penting untuk diingat bahwa dalam menyikapi fenomena ini, umat Islam dianjurkan untuk bersikap bijak dan santun.
Islam mengajarkan untuk membenci perbuatannya, bukan membenci pelakunya. Setiap manusia memiliki potensi untuk bertaubat dan kembali kepada jalan yang benar, sebagaimana Allah SWT Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Oleh karena itu, pendekatan yang tepat dalam menghadapi permasalahan LGBT adalah dengan mengedepankan dakwah bil hikmah (dakwah dengan kebijaksanaan), nasihat yang baik, serta membangun dialog yang konstruktif guna membina dan menyadarkan, bukan mencaci atau mendiskriminasi.