Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi
OPINI  

Persaudaraan dan Rekonsiliasi dalam Islam (Qur’an Surah Al Hujurat Ayat 9-10)

Alya Dara Daniva: Mahasiswi Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Universitas Islam Negeri Sultanah Nahrasiyah, Lhokseumawe – Aceh

Di tengah hiruk-pikuk media sosial yang kian memanas, dimana perdebatan sering berubah menjadi pertempuran kata-kata yang melukai, Al-Qur’an telah memberikan panduan yang sangat relevan lebih dari empat belas abad yang lalu. Surah Al-Hujurat ayat 9-10, yang turun dalam konteks konflik antar suku Madinah, ternyata menyimpan kebijaksanaan yang luar biasa tepat untuk mengatasi polarisasi digital masa kini.

Bagaimana mungkin ayat yang diturunkan di era peradaban nomaden ini begitu akurat menggambarkan dinamika konflik di era internet? Jawabannya terletak pada pemahaman mendalam Al-Qur’an tentang sifat dasar manusia yang tidak pernah berubah (kecenderungan berkonflik), dan kebutuhan akan mediasi yang adil. Kini, saatnya kita menggali bagaimana kedua ayat ini dapat menjadi solusi untuk menghadapi tantangan komunikasi digital yang semakin kompleks.

Surah Al-Hujurat ayat 9-10 memberikan panduan yang mencakup tentang penyelesaian konflik dan membangun persaudaraan yang hakiki. Ayat ke-9 berbunyi:

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sampai golongan itu kembali kepada perintah Allah.”

Pada ayat ke-9, Allah memerintahkan umat Islam untuk menjadi mediator ketika terjadi pertikaian antar sesama muslim. Jika upaya perdamaian tidak berhasil dan salah satu pihak terus berbuat aniaya, maka tindakan tegas boleh diambil untuk menghentikan kedzaliman tersebut. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menganjurkan perdamaian, tetapi juga keadilan.

Ayat ke-10 melanjutkan: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”

Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang beriman adalah saudara. Oleh karena itu, konflik harus diselesaikan dengan semangat persaudaraan dan ketakwaan, agar tercipta rahmat dan kedamaian.

Di era digitalisasi ini, terutama di media sosial seperti X, Facebook, TikTok, Instagram kita sering menyaksikaan konflik yang tak kalah panas – bukan dengan senjata – tetapi dengan kata-kata. Polarisasi digital, cancel culture, cyberbullying, dan penyebaran kebencian menjadi bentuk modern dari pertikaian yang disebutkan dalam ayat tersebut.

Media sosial cenderung membentuk ruang gema (echo chamber), di mana pengguna hanya terpapar pada pendapat yang sejalan dengan pandangannya, ini memperkuat keterbelahan dan memicu konflik.

Tiga prinsip utama dari surah Al-Hujurat untuk era digital yang pertama mediasi aktif, kita diajarkan untuk tidak diam ketika menyaksikan pertikaian, melainkan menjadi penengah yang berusaha mendamaikan. Di dunia digital, ini berarti mendorong dialog sehat dan tidak memperkeruh suasana.

Kedua, keadilan saat ada pihak yang menyebar hoaks atau ujaran kebencian, tindakan tegas perlu dilakukan. Ini bisa diwujudkan lewat pelaporan konten, edukasi digital, dan mendukung moderasi yang adil. Dan yang ketiga, persaudaraan universal.

Di balik layar dan avatar digital, ada manusia nyata dengan perasaan dan kehidupan. Menyadari hal ini bisa menumbuhkan empati dan mengurangi sikap saling menyerang secara pribadi.

Konflik adalah hal yang wajar, tetapi cara kita menanganinya mencerminkan kedewasaan dan kualitas masyarakat kita. Islam tidak melarang perbedaan pendapat, namun menuntun kita untuk mengelolanya dengan adil dan penuh tanggung jawab. Diam dalam menghadapi ketidakadilan bukanlah sikap yang dibenarkan, kita dituntut untuk berpihak pada kebenaran, namun tetap menjunjung etika dan ukhwah.