Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

Buah Hati, Cerminan Keluarga

Oleh: Hasan Basri, S.Pd., MM

Pagi itu, suasana rumah yang seharusnya hangat dan penuh semangat kerja, justru diliputi ketegangan. Bapak dan Ibu sudah bersiap untuk berangkat, namun Putra semata wayang mereka, yang duduk di bangku sekolah dasar, bersikeras ingin pergi ke sekolah dengan sepedanya sendiri.

“Aku mau pakai sepeda, Bu! Teman-teman yang lain juga pakai sepeda,” rengeknya. Ibu mencoba membujuk, “Tapi lebih aman kalau diantar pakai motor, Nak. Jalanan ramai.” Namun, Putra tak mau mendengar. Tangannya mengepal, nada bicaranya meninggi, dan tatapannya penuh penolakan.

Kebiasaan membantah ini memang sudah mulai terlihat, dan semakin sering ketika keinginannya tidak segera dituruti. Hati Ibu hancur melihat perubahan sikap Putranya. Malam harinya, usai membaringkan Putra yang sudah terlelap, Ibu hanya bisa menangis dalam diam. Derai air mata membasahi pipinya, dan dalam desahan napasnya, ia berbisik memohon, “Ya Allah, kuatkanlah kami dalam membimbingnya. Kami yakin dia bersikap demikian karena belum mengerti.”

Perilaku membantah itu bukan satu-satunya masalah. Sepulang sekolah dan tempat mengaji, waktu Putra dihabiskan untuk bermain game di smartphone-nya. Tak jarang, apa yang ia serap dari dunia maya ikut mewarnai tutur katanya, bahkan kadang terlontar kata-kata kasar yang ditujukan kepada orang tuanya.

“Ya Allah, berilah jalan kepada kami…” rintih Ibu dalam hati. Sebagai orang tua, mereka tahu tidak bisa menghukum Putra seperti menghukum orang dewasa. Pendekatan semacam itu hanya akan memperparah perilakunya.

*Pandangan Pakar: Memahami dan Membimbing Buah Hati*

Anak adalah amanah. Mereka bukan hanya pelita keluarga di dunia, tetapi juga bekal berharga di akhirat. Perilaku anak, baik atau buruk, seringkali adalah cerminan dari lingkungan dan pola asuh yang mereka terima.

Menurut Dr. Retno Dwiyani, seorang pakar pendidikan anak, “Perilaku membantah dan penggunaan bahasa kasar pada anak usia sekolah dasar seringkali merupakan sinyal dari beberapa hal. Pertama, mereka sedang dalam tahap mencari identitas diri dan mencoba kemandirian.”

Dr. Retno melanjutkan, “Kedua, peran paparan digital sangat signifikan. Konten game atau media sosial yang tidak difilter dapat memperkenalkan anak pada bahasa dan perilaku yang tidak pantas.”

*Bagaimana Orang Tua Bisa Membimbing Anak?*

– *Komunikasi Positif dan Mendengarkan Aktif*: Bangun dialog terbuka dengan anak, dengarkan apa yang mereka inginkan, dan jelaskan mengapa sebuah aturan diberlakukan.
– *Batasan dan Konsistensi*: Tetapkan batasan yang jelas terkait penggunaan smartphone dan waktu bermain game, dan konsisten dalam menerapkan aturan.
– *Ajarkan Konsekuensi Alami*: Ajarkan anak tentang konsekuensi alami dari perilaku mereka, bukan hukuman fisik.
– *Menjadi Teladan (Role Model)*: Orang tua adalah panutan utama bagi anak, jadi penting untuk menjadi contoh yang baik.
– *Cari Tahu Akar Masalah*: Cari tahu apakah ada hal lain yang mengganggu anak, seperti masalah di sekolah atau pertemanan.
– *Meminta Pertolongan Profesional*: Jika perilaku anak semakin memburuk, jangan ragu untuk mencari bantuan dari psikolog anak atau konselor pendidikan.

Semoga narasi dan pandangan pakar ini menjadi inspirasi bagi kita sebagai orang tua. Mengasuh anak memang penuh tantangan, namun dengan kesabaran, pemahaman, dan pendekatan yang tepat, kita dapat membimbing mereka menjadi pribadi yang baik dan cerminan kebahagiaan keluarga. Anak adalah pelita keluarga, dunia dan akhirat. Mari kita jaga pelita ini dengan sebaik-baiknya.
Jeunieb, 12 Juni 2025
( HBJ)