ACEHSIANA.COM, Banda Aceh – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh meminta Pemerintah Aceh segera menindaklanjuti dua temuan utama dalam laporan hasil pemeriksaan keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2024.
Kedua temuan tersebut menyangkut kelemahan sistem pengendalian intern serta ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BPK RI Perwakilan Aceh, Andri Yogama, dalam sidang paripurna DPR Aceh di Banda Aceh, Senin (26/5), saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Aceh Tahun 2024.
Meskipun Pemerintah Aceh kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk yang ke-10 kalinya secara berturut-turut, BPK tetap mencatat sejumlah permasalahan yang harus segera diperbaiki.
Menurut Andri Yogama, permasalahan pertama adalah kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi teknis pada 95 paket pekerjaan yang meliputi belanja modal jalan, irigasi, jaringan, serta belanja barang dan jasa.
Hal ini mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp18,22 miliar, dengan potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp72,97 juta.
Masalah kedua adalah pembayaran biaya langsung personel jasa konsultasi pengawasan yang tidak sesuai ketentuan, yang menyebabkan kelebihan pembayaran sebesar Rp1,06 miliar.
Selain itu, BPK juga menemukan klasifikasi penganggaran belanja yang tidak tepat pada tiga Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
Kesalahan klasifikasi ini mengakibatkan belanja modal peralatan dan mesin lebih saji sebesar Rp104,33 miliar, belanja modal gedung dan bangunan sebesar Rp8,53 miliar, serta belanja barang dan jasa sebesar Rp1,68 miliar.
BPK RI merekomendasikan agar Gubernur Aceh memerintahkan kepala satuan kerja terkait untuk segera memproses pengembalian kelebihan pembayaran senilai Rp19,28 miliar, dan memperhitungkan potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp72,97 juta pada termin terakhir.
Andri juga meminta agar Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) lebih cermat dalam menyusun dan memverifikasi anggaran belanja dari setiap SKPA agar tidak terjadi lagi kesalahan serupa.
“Permasalahan ini harus menjadi fokus utama Pemerintah Aceh dalam memperbaiki pengelolaan keuangan daerah, demi meningkatkan akuntabilitas dan transparansi,” ujar Andri.
Ia menegaskan bahwa sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pejabat yang bertanggung jawab diwajibkan menindaklanjuti rekomendasi BPK dalam waktu paling lambat 60 hari sejak laporan diterima.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, menyatakan bahwa Pemerintah Aceh berkomitmen untuk segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi BPK dalam batas waktu yang telah ditetapkan.
“Apa yang telah disampaikan oleh BPK RI akan segera kami tindaklanjuti. Dalam 60 hari ke depan, laporan tindak lanjut akan kami serahkan kembali kepada BPK RI,” tegas Fadhlullah.
Dengan opini WTP yang tetap diraih, namun diiringi oleh temuan signifikan, Pemerintah Aceh diharapkan mampu membenahi kelemahan-kelemahan yang ada dan meningkatkan kualitas pengelolaan keuangannya di masa mendatang. (*)
Editor: Darmawan