ACEHSIANA.COM, Banda Aceh – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara resmi menetapkan pembaruan kode dan data wilayah administrasi pemerintahan dan kepulauan di sejumlah daerah Indonesia.
Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang ditetapkan di Jakarta pada 25 April 2025.
Salah satu hal yang mencuat dari keputusan ini adalah penetapan empat pulau yang selama ini diyakini sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, kini masuk dalam wilayah administrasi Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Keempat pulau tersebut adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Dalam keputusan tersebut, luas wilayah dan titik koordinat masing-masing pulau dijelaskan secara rinci.
Penetapan ini memicu protes keras dari masyarakat Aceh, terutama ahli waris Teuku Raja Udah yang mengklaim memiliki hak atas keempat pulau tersebut.
Teuku Rusli Hasan, salah satu ahli waris, menyatakan bahwa pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Aceh secara administratif dan legal, serta memiliki bukti kepemilikan yang sah.
“Kami memiliki dokumen resmi dan keputusan hukum yang sah. Pulau-pulau itu merupakan milik keluarga ahli waris Teuku Raja Udah dan masuk dalam wilayah Aceh,” ujar T Rusli.
Ia menyayangkan keputusan Kemendagri tersebut, apalagi tidak ada proses komunikasi sebelumnya dengan pihak ahli waris.
Ia mengungkapkan bahwa bukti kepemilikan pulau-pulau tersebut merujuk pada Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh tertanggal 17 Juni 1965 dengan nomor 125/IA/1965.
Menurut T Rusli, tidak hanya secara yuridis, tapi secara faktual pulau-pulau tersebut juga sudah pernah dibangun menggunakan anggaran dari pemerintah Aceh.
Hal ini menunjukkan bahwa sejak lama keempat pulau itu telah diakui sebagai bagian dari Provinsi Aceh.
Sementara itu, dalam keterangannya, Kemendagri menyebutkan bahwa keputusan terbaru ini dikeluarkan seiring berakhirnya moratorium pembentukan wilayah administrasi baru pasca Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.
Keputusan tersebut sekaligus mencabut Keputusan Mendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 yang dianggap tidak lagi relevan.
Kemendagri menegaskan bahwa pemutakhiran kode wilayah ini dilakukan untuk menciptakan ketertiban administrasi, memperbarui regulasi, serta memastikan keakuratan data wilayah administrasi hingga tingkat desa.
Data tersebut juga menjadi dasar penting untuk kepentingan tata kelola pemerintahan, pendataan kependudukan, serta penentuan alokasi sumber daya dan pembangunan.
Meski demikian, persoalan status keempat pulau ini kini menjadi isu serius yang menuntut klarifikasi lebih lanjut, khususnya menyangkut hak kepemilikan lahan dan identitas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara.
Sengketa ini berpotensi berkembang menjadi konflik administrasi lintas provinsi jika tidak ditangani dengan pendekatan dialogis dan berdasarkan hukum yang adil. (*)
Editor: Darmawan