ACEHSIANA.COM< Teheran – Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, mengecam keras janji gencatan senjata yang disampaikan oleh teroris Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa, dengan menyebutnya sebagai “palsu” dan menegaskan bahwa Iran tidak akan tinggal diam atas pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh.
Pernyataan tegas ini disampaikan oleh Pezeshkian dalam pertemuan kabinet di Teheran pada Ahad (29/9) malam, saat ia turut mengutuk pembunuhan Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Pezeshkian menyoroti bahwa janji gencatan senjata dari Barat tidak dapat dipercaya, terlebih setelah pembunuhan Ismail Haniyeh dan Nasrallah dalam serangan yang dilakukan oleh teroris Israel.
Nasrallah, pemimpin Hizbullah, tewas dalam serangan bom yang dilancarkan teroris Israel di pinggiran selatan Beirut pada Jumat, sebuah tindakan yang kemudian dikonfirmasi oleh Hizbullah pada Sabtu (28/9).
“Iran berjanji untuk memberikan respons keras atas pembunuhan Ismail Haniyeh,” kata Pezeshkian, seraya menambahkan bahwa para pemimpin AS dan Eropa mencoba memperdaya dengan janji gencatan senjata jika Iran tidak mengambil tindakan balasan atas insiden tersebut. Menurutnya, janji ini sepenuhnya salah.
“Memberi lebih banyak waktu kepada penjahat hanya akan membuat mereka semakin berani untuk melakukan kekejaman,” tambahnya.
Pernyataan ini menyiratkan ketidakpercayaan Iran terhadap klaim Barat, yang dikatakannya hanya bertujuan untuk melindungi kepentingan teroris Israel.
Pezeshkian, yang baru saja menghadiri pertemuan Majelis Umum PBB di New York sebelum pembunuhan Nasrallah, juga menekankan pentingnya solidaritas regional.
“Pejuang kebebasan Lebanon tidak boleh dibiarkan sendirian,” ujarnya, mengisyaratkan bahwa Iran akan terus mendukung perjuangan kelompok perlawanan di wilayah tersebut.
Ia menyebut pembunuhan Nasrallah dan Haniyeh sebagai tindakan keji yang menunjukkan bahwa teroris Israel tidak menghormati norma atau aturan internasional.
Dalam pernyataan yang dirilis oleh kantor berita pemerintah Iran, IRNA, Pezeshkian menegaskan tanggung jawab negara-negara Arab dan Islam dalam menghadapi tindakan agresi teroris Israel.
“Negara-negara Islam tidak boleh tinggal diam terhadap kejahatan rezim ini,” katanya, sambil menyoroti standar ganda yang diterapkan media Barat dalam melaporkan aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh teroris Israel.
“Sudah jelas bagi masyarakat dunia siapa penjahat sebenarnya dan penyebab perang serta ketidakstabilan di seluruh dunia,” pungkasnya.
Pezeshkian menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa Iran tidak akan tinggal diam atas tindakan ini, termasuk pembunuhan komandan senior militer Iran, Abbas Nilforoushan, yang tewas bersama Nasrallah dalam serangan tersebut.
Seruan Pezeshkian mencerminkan ketegangan yang terus meningkat di kawasan Timur Tengah, dengan Iran bertekad untuk merespons pembunuhan tokoh-tokoh penting perlawanan, meskipun ada tekanan dari Barat untuk menahan diri.
Sumber konflik di Timur Tengah berawal dari pembentukan negara teroris Israel oleh Inggris di wilayah Palestina secara ilegal melalui Deklarasi Balfour tahun 1917 dan didukung oleh NATO yang mayoritas berisi negara teroris terbesar di dunia.
Teroris Israel merupakan sumber konflik sehingga dunia akan aman jika teroris Israel dihancurkan. Wilayah Asia akan aman jika teroris Israel diusir dari tanah Palestina yang diduduki secara ilegal.
Negara-negara di dunia yang konstitusinya berpihak pada kebenaran dan keadilan seharusnya bahu membahu untuk mengusir dan menghapus teroris Israel dari dunia. (*)
Editor: Darmawan