ACEHSIANA.COM, Amsterdam – Lulusan SMA di Indonesia tidak lagi dapat diterima langsung oleh sebagian besar universitas di Belanda setelah dihapuskannya Ujian Nasional (UN) sejak tahun 2021.
Salah satu universitas yang memberlakukan kebijakan tersebut adalah University of Twente (UT). Dalam situs web resminya, UT menjelaskan bahwa mereka tidak lagi menerima lulusan SMA Indonesia secara langsung untuk program sarjana.
UT mensyaratkan lulusan SMA Indonesia untuk menyertakan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) dengan nilai akhir minimal 75% untuk setiap mata pelajaran yang diwajibkan.
Namun, sejak UN dihapus pada tahun 2021, lulusan SMA setelah 2020 tidak lagi memenuhi kriteria penerimaan langsung.
Dalam pernyataan resminya, UT menegaskan bahwa pihaknya mengikuti pedoman penerimaan yang ketat. Oleh karena itu, hanya lulusan SMA hingga tahun 2020 yang dapat diterima langsung.
Bagi lulusan setelah 2020, UT menyarankan untuk mengikuti program Twente Pathway College International Foundation Year yang diselenggarakan oleh Navitas.
Program satu tahun ini menggabungkan studi akademis, pelatihan bahasa Inggris, dan pengembangan keterampilan belajar yang dirancang untuk mempersiapkan calon mahasiswa sebelum memasuki jenjang sarjana.
Program persiapan ini memungkinkan lulusan SMA dari Indonesia yang tidak memiliki SKHUN untuk tetap memenuhi syarat dan melanjutkan studi di University of Twente.
Selain persiapan akademis, program ini juga memperkuat keterampilan bahasa Inggris yang dibutuhkan untuk studi di Belanda.
Kebijakan ini tidak hanya diterapkan di University of Twente, tetapi juga di sebagian besar universitas di Belanda. Hal ini diungkapkan oleh kreator konten pendidikan, Irwan Prasetiyo.
Menurut Irwan, kebijakan serupa juga berlaku di negara-negara Eropa lainnya, seperti Jerman. Ia menjelaskan bahwa lulusan SMA Indonesia yang tidak lagi memiliki sertifikat ujian nasional hanya dapat mendaftar di universitas tipe hogeschool atau university of applied sciences di Belanda.
“Ijazah SMA kita dianggap turun kelas setelah penghapusan UN dan hanya bisa digunakan untuk mendaftar di hogeschool atau university of applied science,” ujar Irwan.
Ia juga menambahkan bahwa di Jerman, persyaratan masuk untuk studienkolleg—program persiapan pra-universitas—telah dinaikkan sebagai respons terhadap penghapusan UN di Indonesia.
Kebijakan ini berdampak pada berkurangnya kesempatan bagi lulusan SMA Indonesia untuk melanjutkan studi di universitas-universitas ternama di Eropa tanpa melalui program tambahan.
Penghapusan Ujian Nasional di Indonesia, yang sebelumnya menjadi tolok ukur kelulusan siswa SMA, telah menimbulkan tantangan dalam proses penerimaan mahasiswa internasional di berbagai negara, terutama di Eropa.
Dengan hilangnya UN, ijazah SMA Indonesia dinilai tidak setara dengan jenjang pendidikan pra-universitas di Belanda, yaitu Voorbereidend Wetenschappelijk Onderwijs (VWO), yang merupakan syarat utama untuk masuk ke universitas-universitas riset di sana.
Hal ini memunculkan perdebatan mengenai kualitas dan kesetaraan pendidikan antara negara-negara. Banyak pihak yang mempertanyakan efektivitas kebijakan penghapusan UN dan dampaknya terhadap kesempatan pendidikan internasional bagi siswa Indonesia.
Universitas-universitas di Belanda, seperti UT, tetap berkomitmen memberikan jalur alternatif melalui program persiapan bagi calon mahasiswa dari Indonesia.
Namun, jalur ini membutuhkan waktu tambahan dan biaya yang lebih tinggi, yang mungkin menjadi tantangan tersendiri bagi para siswa dan keluarganya. (*)
Editor: Darmawan