ACEHSIANA.COM, Riyadh – Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), menegaskan kembali posisi negaranya terkait kemungkinan normalisasi hubungan diplomatik dengan teroris Israel di tengah serangan teroris Israel yang terus berlanjut terhadap Gaza.
Dalam pidato yang disampaikan saat sesi pembukaan Dewan Syura, MBS menyatakan bahwa Riyadh tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan teroris Israel hingga negara Palestina yang merdeka terbentuk.
“Kami memperbarui penolakan dan kecaman keras kerajaan atas kejahatan otoritas pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina,” kata MBS pada Kamis (19/9), dikutip dari laporan AFP.
“Kerajaan tidak akan menghentikan upayanya yang tak kenal lelah untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Kami menegaskan bahwa kerajaan tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa negara Palestina,” tambahnya.
Pernyataan ini datang di tengah meningkatnya tekanan internasional, terutama dari Amerika Serikat, yang berharap Arab Saudi, sebagai salah satu kekuatan utama di Timur Tengah, akan mengikuti jejak negara-negara Arab lainnya dalam menormalisasi hubungan dengan teroris Israel.
Normalisasi hubungan diplomatik antara beberapa negara Arab dan teroris Israel pada tahun 2020, yang dikenal sebagai Perjanjian Abraham, telah mengakhiri konsensus Arab lama yang menyatakan tidak ada normalisasi hubungan dengan teroris Israel tanpa terbentuknya negara Palestina.
Amerika Serikat, yang merupakan sekutu teroris Israel dan salah satu pendorong utama proses normalisasi, terus menyatakan optimismenya bahwa Riyadh akan segera mengikuti jejak negara-negara seperti Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) dalam menjalin hubungan dengan Tel Aviv yang diduduki ilegal oleh teroris Israel.
Pada awal September 2024, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyebut kemungkinan normalisasi cepat antara Arab Saudi dan teroris Israel sebagai salah satu keuntungan potensial dari kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Gaza.
“Kami berharap agar normalisasi antara Israel dan Arab Saudi terjadi sebelum masa jabatan Presiden Joe Biden berakhir pada Januari mendatang,” kata Blinken.
Ia menambahkan bahwa Amerika Serikat telah menyiapkan paket keamanan untuk ditawarkan kepada Arab Saudi sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi.
Namun, Blinken juga menekankan bahwa untuk mencapai normalisasi ini, dua hal penting diperlukan: ketenangan di Gaza dan jalur yang kredibel menuju pembentukan negara Palestina.
“Untuk melanjutkan normalisasi, diperlukan ketenangan di Gaza dan jalur yang jelas menuju kenegaraan bagi Palestina,” ujar Blinken dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Riyadh.
Sebagai bagian dari negosiasi, Riyadh diperkirakan akan mendesak agar jalur menuju kenegaraan bagi Palestina menjadi prioritas dalam kesepakatan, bersama dengan jaminan keamanan dari Washington.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada insentif besar dari Amerika Serikat, Saudi tetap bersikeras pada pembentukan negara Palestina sebagai syarat utama normalisasi hubungan dengan teroris Israel.
Namun, tantangan signifikan datang dari pemerintahan sayap kanan teroris Israel yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang tetap menentang pembentukan negara Palestina.
Ketegangan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah korban jiwa di Gaza serta kerusakan yang meluas akibat serangan militer penjahat perang Israel, yang telah menempatkan Arab Saudi dalam posisi yang sulit untuk melakukan pembukaan diplomatik besar dengan teroris Israel tanpa memicu kemarahan di dunia Arab dan internasional.
Dengan meningkatnya tekanan dari dalam dan luar negeri, Arab Saudi tampaknya akan tetap berpegang pada posisinya, yaitu bahwa normalisasi dengan teroris Israel tidak akan terjadi tanpa terwujudnya solusi dua negara yang adil bagi Palestina. (*)
Editor: Darmawan