Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

Respon Kurikulum Merdeka, Mekanisme Penjurusan Jenjang SMA Dihilangkan

Pelaku Pendidikan Diajak Fokus Pada Esensi, Bukan Make Up Kurikulum
Plt Kepala Pusbukkur, Zulfikri Anas (doc. lpmpkalbar.id)

ACEHSIANA.COM, Jakarta – Sebagai respon terhadap penerapan Kurikulum Merdeka, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghilangkan mekanisme penjurusan jenjang SMA. Hal itu sebagaimana dijelaskan Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri Anas, pada Senin (21/8) di Jakarta.

Menurut Zulfikri, Kurikulum Merdeka menghilangkan sistem penjurusan di SMA, sehingga siswa dapat memilih mata pelajaran sesuai minatnya.

“Kita juga melakukan perubahan dalam seleksi perguruan tinggi. Misalnya yang sedikit kita perhatikan yang jalur undangan itu. Pada jalur undangan dia harus memilih mata pelajaran yang sesuai jurusan yang dituju. Kalau dulu ada IPA, IPS. Jadi mata pelajaran yang dia pilih itu harus sesuai jurusan yang akan ditujukan di perguruan tinggi,” ujar Zulfikri.

Dikatakan Zulfikri, misalnya siswa yang berniat melanjutkan ke jurusan kedokteran pada perguruan tinggi, dapat memiliki mata pelajaran biologi, kimia, matematika. Mata pelajaran ini harus sejalan dengan jurusan yang dituju pada perguruan tinggi.

“Mungkin tambahannya bagi dia mungkin ekonomi atau seni. Karena dokter harus punya jiwa seni atau ilmu komunikasi itu dia pilih,” sebut Zulfikri.

Zulfikri menambahkan bahwa sebagai syarat masuk jurusan yang dituju di perguruan tinggi, nilai siswa pada mata pelajaran yang sesuai dengan jurusan harus 90 hingga 100 persen.

“Misal fisika harus di atas 90 persen, kimia 90 persen. Jadi yang lain tidak harus sama,” ucap Zulfikri.

Zulfikri menyebutkan bahwa untuk masuk perguruan tinggi lewat jalur tes, siswa tetap dibebaskan memilih sesuai minat. Hal terpenting para siswa lulus tes masuk jurusan yang dituju pada perguruan tinggi.

“Jalur tes bebas, yang penting dia lulus tes. Makanya sejak SMA kita dorong dia sudah mendalami bidang-bidang sesuai passion. Kalau dulu penjurusan terkotak-kotak,” kata Zulfikri.

Zulfikri mengungkapkan bahwa sebanyak 80% sekolah di Indonesia sudah menerapkan Kurikulum Merdeka. Sekolah-sekolah tersebut telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran. Jenjang SMA sederajat merupakan jenjang yang paling banyak menerapkan Kurikulum Merdeka.

“Secara total hampir 80 persen. Bahkan kalau kita lihat per jenjang, untuk di sekolah SMA SMK sudah mendekati 90 persen,” papar Zulfikri.

Zulfikri mengimbau Pemerintah Daerah (Pemda) agar tidak memaksakan sekolah untuk menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar.

Saat ini, tutur Zulfikri, masih terdapat 20% sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka dalam pembelajarannya. Sekolah tersebut perlu mendapatkan pemahaman yang baik mengenai Kurikulum Merdeka.

“Kita imbau kepala dinas jangan memaksa sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka, ajak mereka memahami dan memilih,” tutur Zulfikri.

Zulfikri membeberkan bahwa penerapan Kurikulum Merdeka tidak efektif jika pelaksanaannya dipaksa oleh pemerintah.

“Kalau kita yang pilih akan berbeda nanti, pelaksanaannya beda. Kalau dipaksa melaksanakannya akan terpaksa,” imbuh Zulfikri.

Zulfikri mengucapkan bahwa Kurikulum Merdeka memberikan pembelajaran dengan cara yang berbeda-beda. Para siswa dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minatnya.

“Sekarang para guru didorong untuk lebih memperhatikan anak, otomatis anak-anak mendapat materi, cara, dan pembelajaran berbeda-beda atau berdifetensiasi,” pungkas Zulfikri.

Zulfikri mengingatkan para guru agar mengubah pola pikir dalam penerapan Kurikulum Merdeka. Mengubah kebiasaan langsung dalam menyampaikan materi sekarang memberikan pelayanan ke anak-anak yang berbeda-beda sebagai perubahan mindset. (*)

Editor: Darmawan