Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

Ekses Demo, Guru Ini Tidak Diberikan Jam Mengajar, Tulis Surat Terbuka untuk Gubernur

Ekses Demo, Guru Ini Tidak Diberikan Jam Mengajar, Tulis Surat Terbuka untuk Gubernur
Ayu Upik, guru SMAN 1 Rundeng (doc. https://www.facebook.com/ayu.upik.7)

ACEHSIANA.COM, Subulussalam – Diduga akibat melakukan demo menuntut pemberhentian Kepala SMAN 1 Runding, Kota Subulussalam, dua guru tidak diberikan jam mengajar. Kedua guru tersebut menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Penjabat (Pj) Gubernur Aceh dan di Cq. kepada Kepala Dinas Pendidikan Aceh. Surat terbuka tersebut dibuat oleh Ayu Upik Spd (guru non ASN/Kontrak Provinsi) dan Irawati SPd (guru honorer sekolah) pada Jumat (28/7) sebagaimana diposting di halaman Facebook Ayu Upik.

Menurut Ayu, permasalahan yang mereka hadapi sejak sekolah tersebut dipimpin Sarinah SPd M Pd. Sebelumnya, mereka tidak pernah menghadapi masalah seperti tersebut.

“Kami telah mengabdi cukup lama di sekolah tersebut. Kami menjadi guru, wali kelas, dan juga berpartisipasi dalam kegiatan PPDB dengan mengajak siswa SMP di Kecamatan Rundeng untuk sekolah di SMAN 1 Rundeng,” ujar Ayu.

Ayu mengaku bahwa dirinya dan Irawati merupakan putra asli Rundeng yang mengabdi di sekolah tersebut sehingga memudahkan dalam mengajak siswa untuk bersekolah di SMAN 1 Rundeng.

“Asumsi kami dipecat karena kami bersama dewan guru melakukan aksi demonstrasi di kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil. pada tanggal 31 Mei 2023. Demo tersebut kami lakukan sebagai protes terhadap kepemimpinan kepala sekolah yang tidak profesional,” tambah Ayu.

Dikatakan Ayu bahwa kepala SMAN 1 Rundeng, Sarinah, juga telah melakukan bullying terhadap peserta didik hingga berujung demo oleh peserta didik pada tanggal 20 Mei 2023. Kepala sekolah juga diduga menyalahgunakan bantuan dari Baitul Mal.

“Kepala sekolah tidak santun dalam berkomunikasi dengan dewan guru. Mulai hari pertama sudah menunjukkan sikap arogan dan bahkan sering berbicara kasar dan mau mengancam guru,” sebut Ayu.

Ayu menambahkan bahwa kepala sekolah tidak mampu memanajerial sekolah. Kepala sekolah memasukkan guru baru yang tidak terdaftar di Dapodik dan memecat guru yang sudah terdaftar di Dapodik dan memiliki NUPTK.

“Kegiatan sekolah diadakan tertutup tanpa diketahui guru dan tanpa musyawarah atau rapat. Akibatnya dewan guru dan TU membuat petisi pertama pada tanggal 16 Januari 2023 kepada Kacabdin agar memberikan tindakan tegas terhadap kepala sekolah, tetapi tidak direspon. Tanggal 31 Mei 2023 kami buat lagi petisi kedua tidak direspon,” ucap Ayu.

Ayu menuturkan bahwa pada tanggal 3 Juni 2023, salah seorang guru, Mahmud Brutu, dipukul oleh seseorang akibat melakukan demo sebelumnya. Wali murud juga menyampaikan keberatan dan ketersinggungan atas ucapan kasar dan perundungan yang dilakukan Sarinah. Wali murid bahkan menuntut agar kepala sekolah turun dari jabatannya.

“Sebanyak 8 guru sudah dikeluarkan ekses dari masalah ini. Kami mohon kepada Bapak Gubernur agar mengambil tindakan tegas terhadap kepala SMAN 1 Rundeng dan kami dapat kembali mengabdi dengan nyaman di sekolah ini,” pinta Ayu.

Guru senior SMAN 1 Rundeng, Mahmud Brutu kepada acehsiana.com, membenarkan kejadian yang menimpa SMAN 1 Rundeng sebagaimana keluhan Ayu. Mahmud juga mengaku dirinya dipukul oleh seseorang akibat melakukan demo.

“Benar saya dipukul oleh Abdul Malik SPdI (PNS aktif Pemko Subulussalam) akibat demo tempo hari. Saya masih menunggu itikad baik agar masalah pemukulan ini diselesaikan secara kekekulargaan. Jika tidak tentu saya akan melakukan langkah selanjutnya, termasuk melaporkan kepada Ketua Kobar GB Aceh karena saya adalah anggota Kobar GB,” kata Mahmud.

Kepala Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil, Antoni Berampu SPd MPd, membantah terjadinya pemecatan guru di SMAN 1 Rundeng.

“Tidak ada pemecatan. Atas nama Ayu Upik SPd tidak ada jam, hanya cukup untuk satu guru ASN sertifikasi. Atas nama Irawati SPd juga tidak ada jam PJOK, hanya cukup satu guru ASN PPPK yang sudah sertifikasi,” ungkap Antoni.

Antoni menceritakan bahwa pada satu sisi kepala sekolah saying guru-guru honorer, sementara di sisi lain keharusan guru PNS mengajar 24 jam.

“Saya sudah konfirmasi dengan kepala sekolah dan demikian ceritanya. Hari ini (Sabtu, 29/7) kita sedang turun ke lokasi untuk mengambil langkah bijak. Tujuannya bagaimana guru-guru honorer yang sudah lama mengabdi tetap diberdayakan. Konsekuensinya mungkin mengajarkan pelajaran yang tidak linear sesuai jam yang tersedia,” pungkas Antoni. (*)

Editor: Darmawan