Oleh: Nelliani, M.Pd
Bagi pelajar, internet dan teknologi sudah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan. Selain sebagai sarana belajar, mereka memanfaatkan perangkat tersebut untuk mencari hiburan serta wadah bersosialisasi. Agar dapat menggunakan layanan digital secara cerdas, aman dan positif, pelajar diharapkan memiliki kemampuan literasi digital yang baik. Terlebih pelajar merupakan kelompok yang rentan terhadap dampak negatif teknologi.
Untuk itu, Dinas Pendidikan Aceh bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) mengadakan webinar literasi digital kepada pelajar di beberapa SMA di wilayah Aceh Besar. Kegiatan tersebut mengusung tema, “Digital Safety 101: Dasar Keamanan Akun Media Sosial”. Webinar dilaksanakan pada Kamis, 11/05/2023 pukul 10.00-12.00 WIB melalui aplikasi zoom meeting.
Webinar ini diisi oleh narasumber yang berkompeten. Ada pak Samuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika), Ibu Dian Ikha Pramayanti (Dosen, Writerpreneur dan Interpreneur), Muhammad Rofdinan Sufri (Tenaga Ahli Disdik Aceh) dan Tommy Adiatma (Influencer/digital creator), serta Siti Kusherkatun sebagai juru bahasa isyarat dan moderator Sahira Zahra.
Tujuan utama webinar ini, memberi pemahaman pentingnya pelajar memiliki literasi digital. Di zaman serba terkoneksi internet, mampu membaca dan menulis saja tidak cukup, melainkan harus dilengkapi dengan keterampilan dan kecakapan lain terutama kemampuan memahami, menggunakan serta memanfaatkan perangkat teknologi dalam berjejaring di ruang maya untuk menunjang pengembangan potensi diri. Literasi digital itu sendiri terdiri dari empat pilar kompetensi yaitu kecakapan bermedia digital, etika digital, budaya digital dan aman bermedia digital.
Dengan memiliki kecakapan digital, pelajar bisa mengoperasikan berbagai perangkat TIK untuk memudahkan kebutuhan sehari-hari. Etika digital membuat pengguna berinteraksi secara menyenangkan dan beradab. Sikap saling menghargai perbedaan, membangun wawasan kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila akan tumbuh jika memahami budaya bermedia digital. Sedangkan, keamanan digital diperlukan untuk melindungi kebocoran data sehingga terhindar dari tindak pencurian atau penipuan berbasis teknologi.
Fenomena belakangan ini, tidak sedikit pelajar terjerumus dalam berbagai persoalan akibat kemampuan literasi yang rendah. Bullying, mudahnya menebar hoaks atau ujaran kebencian. Literasi rendah juga menyebabkan pelajar rentan terpapar bahaya pornografi. Konten-konten negatif yang mudah diakses berpengaruh pada perilaku. Dampak yang terjadi, maraknya pergaulan bebas, pelecehan seksual serta kehamilan di luar nikah yang memicu meningkatnya pernikahan dini.
Etis Bermedia Digital
Berdasarkan laporan Hootsuite (We Are Social) tentang tren pengguna internet dan media digital tahun 2022, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta orang atau meningkat 2,1 juta dari tahun sebelumnya dimana 191,4 juta orang sebagai pengguna media sosial. Dari total pengguna, remaja dan pelajar menempati kelompok usia paling aktif. Mereka lebih tertarik membangun hubungan dan berkolaborasi dengan banyak orang di jagat maya dari pada bersosialisasi langsung. Mereka senang terhubung dengan beragam platform media sosial.
Di sisi lain, kalangan ini belum memiliki kematangan emosi, berani mencoba hal baru tanpa memikirkan resiko dengan kontrol diri tidak sebaik orang dewasa. Sehingga, menjadi wajar jika ada kekhawatiran mudah terjerumus pada sesuatu yang tidak diinginkan bila tidak dibekali etika bermedia digital.
Lantas, seberapa penting etika ketika bermedia digital?. Aktivitas daring memungkinkan pertemuan secara luas dan global melintasi batas-batas geografis dan budaya. Di ruang digital, kita tidak selalu berinteraksi dengan individu yang sama, ada kalanya terhubung dengan pribadi yang memilik karakter, latar belakang serta budaya berbeda. Setiap orang penting memahami aturan dan norma bermedia digital agar tercipta suasana nyaman, santun, bijaksana dan tidak melanggar hak-hak orang lain.
Disadur dari modul Etis Bermedia Digital Kemenkominfo, ruang lingkup etika menyangkut perilaku yang dipenuhi kesadaran, integritas (kejujuran), tanggung jawab dan kebajikan. Dalam berinteraksi, pelajar harus sadar dan punya tujuan. Jangan ketika menerima pesan, tanpa saring, langsung berbagi yang belum tentu kabar tersebut bermanfaat.
Makna integritas yaitu kejujuran. Pengguna harus menghindari tindakan tidak jujur yang berpotensi merugikan orang lain seperti menyediakan konten-konten penipuan, plagiasi, manipulasi dan sebagainya. Tanggung jawab berkaitan dengan kesediaan menanggung konsekuensi dari perilakunya. Sementara kebajikan menyangkut hal-hal yang bernilai manfaat, kemanusiaan dan kebaikan.
Entrepreneur sekaligus dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Muhajirin Purwakarta, Dian Ikha membagi beberapa tips bagaimana seorang pelajar berlaku etis di media sosial. Pertama, mengecek kebenaran informasi sebelum membagikannya. Kedua, gunakan bahasa yang sopan dan menghormati. Ketiga, pikirkan sebelum memposting atau membagikan konten. Keempat, gunakan privasi dengan bijak. Kelima, laporkan perilaku tidak etis, dan terakhir Ibu Dian berharap supaya pelajar di Aceh terus belajar dan mengembangkan kesadaran etika digital.
Interaksi media daring didominasi oleh aktivitas komunikasi. Tidak jarang pertengkaran, perselisihan dan konflik berawal dari gaya komunikasi kita yang masih jauh dari etika sehingga membuat lawan bicara terganggu. Agar tercipta suasana komunikasi yang nyaman, positif dan bermanfaat, pelajar harus memahami etika komunikasi di dunia digital. Untuk itu, beberapa metode dari Dian Ikha bisa diterapkan yaitu menggunakan bahasa sopan dan menghormati, menghindari intimidasi dan penghinaan, menghargai privasi dan menjaga keamanan informasi, sumber informasi dapat dipercaya, tidak melakukan pencemaran nama baik, menghormati hak cipta, menghindari hoaks, serta berkomunikasi dengan santun.
Tommy Adiatma sebagai influencer dan digital creator mengatakan media sosial bisa menghadirkan peluang dan tantangan. Pelajar bisa membangun citra diri (personal branding) dengan tujuan mengenalkan atau mempromosikan diri. Dengan citra diri positif, pelajar bisa mendapatkan banyak koneksi, membangun kepercayaan serta memudahkan dalam mencari pekerjaan. Media sosial juga berfungsi sebagai CV (Curriculum Vitae) sebagai salah satu pertimbangan diterima di suatu perusahaan.
Dalam upaya memperluas relasi misalnya, siswa punya kegemaran baca buku. Sering memposting buku-buku yang dibaca, membuat resensi atau mengulas kembali dengan gaya yang menarik. Tanpa disadari, dia akan terhubung dengan orang-orang professional yang punya hoby sama atau pecinta buku lainnya. Dengan demikian, bisa memperluas relasi pertemanan dan memperkaya wawasan mengenai dunia perbukuan.
Sedangkan tantangannya, rawan pencurian data pribadi dan penipuan. Pelajar harus berhati-hati memposting sesuatu terkait data pribadi, seperti nomor telepon, identitas pribadi, atau konten-konten negatif. Apa yang sudah diunggah akan terekam dan tidak mudah terhapus. Jejak digital yang ditinggalkan akan menjadi celah terjadinya kejahatan cyber dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Di akhir sesi, Tommy mengingatkan adik-adik pelajar di Aceh agar bijak dan senantiasa meningkatkan literasi digital karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan.
Penulis adalah Guru SMA Negeri 3 Seulimeum, Aceh Besar
Email: nellianimnur@gmail.com