Oleh: Nelliani, M.Pd
Seorang ibu mengadu pada wali kelas, anaknya sudah sangat berlebihan bermain game online. Si anak sanggup bermain game berjam-jam sampai lupa makan, lupa shalat apa lagi belajar. Karena asyik bermain hingga subuh, si anak sering bolos sekolah. Ibu tadi mengeluh sudah kehabisan akal menghadapi anaknya yang kecanduan game.
Pada kasus lain, seorang siswa harus dirawat di rumah sakit. Sekujur badannya memar kena pukulan dan tendangan. Dia dianiaya senior di sekolah tanpa alasan yang jelas. Tidak terima, orang tua korban membuat pengaduan ke polisi.
Fenomena tersebut sering kita dengar akhir-akhir ini dan kian mengkhawatirkan. Tidak hanya itu, tawuran antar pelajar, aksi geng motor yang makin liar, maupun perbuatan asusila menambah panjang daftar kenakalan di kalangan pelajar. Peserta didik yang seharusnya mengisi waktu dengan ragam kegiatan positif justru mudah terjerumus dalam tindak kenakalan yang menghancurkan cita-cita dan masa depan.
Kenakalan Pelajar
Sekolah merupakan tempat anak menghabiskan sebagian besar waktu untuk belajar dan berinteraksi bersama teman dan guru. Aktivitas belajar yang padat dengan tata tertib yang harus dipatuhi mempersempit ruang gerak anak berbuat nakal. Meskipun begitu tidak sedikit siswa berperilaku demikian bahkan ada yang menjurus pada tindak kriminal.
Apa itu kenakalan pelajar?. Kenapa siswa terjerumus dalam tindakan tersebut?. Bagaimana peran sekolah mencegah kenakalan di kalangan pelajar ?.
Dirangkum dari beberapa sumber, kenakalan pelajar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelajar yang melanggar norma atau aturan yang berlaku. Perilaku tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan dan menganggu ketertiban di sekolah dan masyarakat. Perilaku nakal pelajar sebenarnya merupakan hal normal dari tahapan perkembangan emosi anak, namun belakangan aksi ini makin agresif hingga berdampak buruk bagi diri sendiri, orang lain serta lingkungan.
Laning dalam buku kenakalan remaja dan penanggulangannya (2018), menyatakan secara umum faktor yang mempengaruhi anak berperilaku nakal yaitu keluarga, pertemanan sebaya dan media sosial. Keluarga merupakan faktor dominan dengan orang tua sebagai role modelnya. Keluarga menjadi tempat pertama anak belajar kehidupan dan mengenal aturan.
Anak yang dibesarkan dengan cinta kasih, akan tumbuh menjadi pribadi yang simpatik, memiliki kecerdasan emosional dan mampu bersosialisasi dengan baik. Dalam pergaulan di sekolah, anak-anak ini mampu berperilaku sopan, menghargai perbedaan, percaya dirinya tinggi dan punya motivasi belajar. Sebaliknya, keluarga yang penuh amarah dengan kekerasan menjadi pandangan sehari-hari hanya akan mewarisi sifat-sifat buruk pada anak. Anak susah diatur, senang menyakiti teman serta sulit membangun interaksi dengan orang lain.
Selain keluarga, pertemanan sebaya turut memicu anak berbuat nakal. Oleh karena itu, penting bagi orang tua mengenal lingkungan pertemanan putra putrinya. Hal tersebut untuk mencegah anak terjebak pertemanan yang salah. Banyak kasus kenakalan, seperti anak menjadi pelaku bullying, terlibat narkoba atau kecanduan game berawal dari komunitas sebaya. Anak mudah terpengaruh kebiasaan sebayanya sehingga berani melakukan tindakan-tindakan beresiko.
Faktor selanjutnya media sosial. Di era serba digital seperti saat ini, media sosial hampir tidak terpisahkan dengan kehidupan pelajar. Selain sebagai sarana belajar, anak menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dan hiburan. Namun, kemudahan akses tanpa pengawasan orang tua berdampak negatif terhadap perilaku mereka.
Beragam hiburan minim edukasi yang kerap menampilkan kekerasan atau bermuatan pornografi mempengaruhi karakter anak. Penelitian menunjukkan anak-anak yang banyak mengkonsumsi tayangan kekerasan cenderung memandang dunia sebagai tempat yang kurang ramah baginya, berbahaya dan menakutkan. Anggapan negatif tersebut berpotensi menumbuhkan sikap dan kepribadian agresif terhadap lingkungan. Maka tak heran, anak berani merundung temannya sebagai akibat mencontoh apa yang sering dilihat dari media sosialnya.
Peran Sekolah
Mencermati maraknya kenakalan pelajar, sekolah sebagai garda terdepan pendidikan berperan vital mencegah siswa terlibat tindakan menyimpang. Berbagai upaya dapat dilakukan meminimalisir perilaku nakal peserta didik. Selain penguatan nilai-nilai religius, guru diharapkan menjadi suri teladan. Keteladan adalah keniscayaan membangun karakter dan moral.
Keteladan akan menginspirasi anak berkarakter baik, menghindari perbuatan melawan aturan atau berperilaku destruktif. Siswa termotivasi menjadi pribadi yang sabar, empati dan mudah memaafkan karena meniru sikap gurunya yang senantiasa sabar dan penuh kasih sayang dalam mengajar, membimbing, mendidik walau menghadapi kondisi yang tidak mudah. Begitu pun dengan keteladanan lainnya, guru harus berusaha mewujudkan nilai-nilai kebaikan dalam ucapan, sikap dan tingkah laku sehingga dapat dicontoh peserta didik.
Setiap siswa memiliki minat dan bakat berbeda. Ada anak yang sangat menyukai seni, beberapa anak menonjol di bidang olah raga. Sebagian lainnya gemar mempelajari matematika dan sains. Guru harus dapat mengenali kelebihan-kelebihan itu dan mengarahkan sesuai bakat minat yang dimiliki.
Di sisi lain, sekolah penting mendukung upaya tersebut dengan memberi kesempatan peserta didik mengembangkan potensi diri. Jika anak sudah menemukan ruang mengeksplor kreativitasnya, dia tidak akan berpikir lagi membuang energi ke hal-hal merugikan. Misalnya, memperbanyak ekstrakurikuler, dengan terlibat kegiatan itu, sedikit bisa mengurangi tingkat stress akibat beban belajar. Tentunya, siswa dapat mengasah keterampilan sesuai potensinya.
Penerapan hukuman sebagai wadah membentuk kedisiplinan perlu dilaksanakan secara adil dan mendidik. Hukuman tidak boleh pilih kasih. Siapa pun yang melanggar wajib dihukum sesuai aturan yang berlaku. Hukuman harus dapat membelajarkan peserta didik untuk semakin lebih baik.
Hukuman yang adil akan menghadirkan kepatuhan dan rasa hormat. Siswa akan berpikir ulang jika ingin berbuat nakal karena guru tidak segan memberi sanksi. Hukuman yang adil dapat menciptakan ketertiban serta menambah ketenangan belajar.
Sudah jamak diketahui, perilaku siswa ketika di sekolah adalah cerminan dari apa yang diperoleh dari rumah. Untuk itu, penting bagi guru menjalin komunikasi dengan orang tua. Komunikasi yang baik memudahkan berbagi informasi tentang perkembangan pendidikan anak sehingga mencegah miskomunikasi yang berujung pertengkaran. Komunikasi yang baik menjadi sarana menyamakan persepsi mengenai metode ideal yang dapat diterapkan dalam membangun kecerdasan dan karakter mereka.
Kenakalan anak sekolah belakangan ini sudah meresahkan. Apa pun pemicunya harus diantisipasi guna mengurangi meningkatnya fenomena tersebut. Pendidikan karakter melalui keteladanan ibu bapak guru menjadi keharusan karena pendidikan bukan hanya menjadikan siswa cerdas secara akademik, namun juga membentuk pribadi yang dihiasi nilai-nilai kebaikan. Untuk itu, sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan karakter diharapkan memberi perhatian serius terhadap pengembangan karakter dan moral untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk kenakalan di kalangan pelajar.
Penulis adalah Guru SMA Negeri 3 Seulimeum, Aceh Besar. Email nellianimnur@gmail.com