Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi
OPINI  

Kaya akan Sumber Daya Alam, Mengapa Aceh Jadi Daerah Termiskin di Sumatera ?

Anas Hidayatullah

Mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota USK

Jika kita membahas tentang sumber daya alam yang ada di Aceh saya rasa tidak akan ada habisnya. Kita semua tahu bahwasanya Aceh merupakan daerah penghasil sumber daya alam mulai dari kopi gayo yang terkenal, beras tangse, kacang, sawit dan sebagainya. Termasuk gas yang masih dapat dikelola oleh perusahaan proyek vital di Aceh. Namun,
di balik cerita kehebatan Aceh yang terkenal dengan sumber daya alamnya dan pernah diberi label sebagai daerah modal, tiba-tiba data Badan Pusat Statistik merilis sebuah data tahun 2021 yang menghenyakkan kita semua, Aceh merupakan provinsi termiskin di Sumatera.

Patut dipertanyakan kenapa kondisi menjadi sangat kontradiktif, dimana Aceh sebagai pemodal negara ini terutama pada tahun 90an dengan sumber daya alamnya, lalu terjerembab di tahun 2021 dengan status termiskin. Sedangkan wilayah Aceh memiliki begitu banyak sumber daya alam yang seharusnya dengan begitu banyaknya sumber daya alam yang ada dapat memakmurkan serta memajukan wilayah Aceh, apa saja faktor yang menyebabkan wilayah Aceh terkenal dengan wilayah termiskin, maka pada kesempatan kali ini saya mencoba membahasnya secara detail dalam perspektif yang saya pahami.

Pada akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 26 Desember wilayah Aceh terkena musibah tsunami yang sangat dahsyat yang mengakibatkan populasi penduduk serta perekonomian wilayah Aceh menurun secara drastis. Kemudian secara bertahap wilayah Aceh mulai bangkit dari keterpurukannya baik dari segi ekonomi mauapun bidang lainnya. Para masyarakat mulai kembali pada aktivitasnya masing-masing baik itu menjadi petani, nelayan, dan sebagainya. Sebagian besar dari masyarakat kehilangan lapangan kerjanya.

Namun, itu bukanlah menjadi masalah utama bagi mereka, Sebagian besar masyarakat mulai mencari lahan kosong untuk dijadikan ladang, sawah, dan sebagainya. Kemudian kita memasuki permasalahan utama, yaitu ketika ekonomi wilayah Aceh mulai membaik akan tetapi wilayah Aceh tetap konsisten menjadi wilayah yang miskin seperti yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dari tahun ke tahun, jumlah penduduk miskin di Aceh memang mengalami penurunan namun tidak signifikan. Sehingga, tidak menggeserkan Aceh sebagai daerah dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Sumatera.

Menurut Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Maliki mengemukakan tingginya penduduk miskin di Aceh memang karena total penduduk di wilayah tersebut
lebih sedikit dibandingkan daerah lain di Sumatera. Namun, disamping itu juga optimalisasi daya alamnya masih rendah. Seperti kopi, yang sebenarnya sangat diminati oleh masyarakat dunia, harusnya hal ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh untuk membuat ekonomi mereka menjadi lebih baik lagi. Namun, hal ini tidak dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat maupun pemerintah Aceh. Kebanyakan masyarakat Aceh lebih banyak memperhatikan investasi daripada pengeluaran untuk makanan dan sehari-hari. Inipun pasti akan mempengaruhi profil pengeluaran. Di mana kemiskinan sangat dipengaruhi oleh pola makan dan kalori.

Penyebab selanjutnya mengapa Aceh termasuk ke dalam wilayah dengan penduduk miskin terbanyak di Sumatera adalah dana otonomi khusus (OTSUS) yang diberikan oleh pemerintah belum dapat dikelola secara optimal.

Untuk menanggulangi masalah kemiskinan di Aceh, Bappenas berencana untuk membuat beberapa uji coba yang akan segera diperluas di Aceh. Bappenas akan memulainya dengan merapikan data dengan melakukan uji coba registrasi sosial
mendata seluruh penduduk di beberapa desa di Aceh. Dalam menanggulangi kemiskinan di Aceh, Bappenas juga akan memperluas cakupan administrasi kependudukan, terutama cakupan akta lahir. Pasalnya masyarakat miskin rentan tidak memiliki memiliki akta lahir.

Menurut komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) setelah melakukan penelitian mereka mengambil kesimpulan bahwa kemiskinan di Aceh bisa diatasi apabila dana otonomi khusus (otsus) dikelola dengan benar. Peneliti KPPOD Arman Suparman menjelaskan persoalan kemiskinan di Aceh disumbang oleh persoalan tata kelola pembangunan di daerah. Seharusnya pembangunan di sana bisa difokuskan untuk memenuhi kebutuhan mayoritas masyarakat di Aceh.

Jika kita melihat pada data yang ada, dana otsus di Aceh meningkat sejak tahun 2008-2015, kemudian terakhir mengalami peningkatan pada tahun 2019-2020 yang pada kisaran tahun 2008 Aceh mendapat dana sebesar Rp 8 triliun menjadi Rp 8,4 triliun sejak tahun 2019. Seharusnya dengan dana otsus sebanyak itu pemerintah Aceh bisa mengatasi masalah kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran di wilayah Aceh. Sementara dari tahun yang sudah berjalan, dana otsus di Aceh tidak dipergunakan secara rata, baik itu untuk infrastruktur, kesehatan atau pendidikan.

Oleh karena itu, pemerintah pusat seharusnya membuat peraturan perundangundangan yang akan menjadi pedoman dalam hal penggunaan dana otsus pada tempat yang semestinya. Tujuannya adalah agar pemerintah daerah tidak lagi menyalahgunakan dana otsus yang dapat menyebabkan terpuruknya wilayah Aceh. Semoga dengan adanya peraturan yang dibentuk maka sumber daya alam di wilayah Aceh dapat difungsikan dengan sebaik mungkin untuk kemakmuran wilayah Aceh.