Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

KP3 ABAS Minta Badan Kerjasama Percepatan Pembangunan Koridor Ekonomi Barsela untuk Perjuangkan Pemekaran Provinsi Aceh Barat Selatan

T Sukandi

ACEHSIANA.COM, Tapaktuan – Komite Percepatan Pemekaran Provinsi Aceh Barat Selatan (KP3 ABAS) meminta Badan Kerjasama Percepatan Pembangunan Koridor Ekonomi (BKPPKE) Barat Selatan Aceh (Barsela) untuk memperjuangkan percepatan pemekaran provinsi Aceh Barat Selatan (ABAS). Permintaan tersebut disampaikan juru bicara KP3 ABAS yang juga Ketua KP3 ABAS wilayah Aech Selatan, T Sukandi dalam rilis yang diterima acehsiana.com, pada Senin (5/9) di Tapaktuan.

Menurut T Sukandi, faktor penghambat serta kendala Barsela selama ini karena dimarjinalkan dan didiskriminasi oleh provinsi dalam segala bidang pembangunan. Padahal, lanjut T Sukandi, Kabupaten/Kota dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) apapun izin prinsipnya adalah wewenang gubernur.

“Demikian juga dengan hasil pengelolaan SDA, apapun hasilnya berada di tangan provinsi dalam pengaturan porsi daerah penghasil dengan kabupaten/kota penerima subsidisi yang bukan daerah penghasil,” ujar T Sukandi.

Dikatakan T Sukandi bahwa secara logika dan rasional, tokoh Barsela untuk jadi gubernur dalam Pilkada langsung adalah sebuah mimpi yang tidak akan pernah menjadi nyata. Dari segi jumlah penduduk, Barsela dengan 8 Kabupaten/Kota hanya 1,2 juta jiwa dibanding 15 kabupaten/kota lainnya yang jumlah penduduknya 4.,3 juta jiwa (asumsi jumlah penduduk Aceh 5,5 juta jiwa).

“Kita minta forum Barsela kiranya berkenan sekali waktu mengundang KP3 ABAS untuk duduk bersama membicarakan tentang nasib Barsela dalam perspektif ekonomis, politik, dan geografis,” sebut T Sukandi.

T Sukandi menceritakan pengalamannya saat menjadi konsultas politik pasangan Walikota/Wakil Walikota Subulussalam, Meurah Sakti/Alfian Bintang.

“Saat itu, Pj Bupati Aceh Barat Daya (Abdya) sekarang menjabat Kadis Perindagkop. Beliau punya ide dan gagasan untuk mendirikan pabrik minyak goreng di Kota Subulussalam. Ide dan gagasan tersebut ditampung serius oleh Pemko Subulussalam serta bersama-sama jemput dana ke pusat,” ungkap T Sukandi.

T Sukandi menambahkan bahwa berkat kegigihan bersama dalam meyakinkan pusat, disetujui proposal pabrik minyak goreng tersebut dengan ketentuan pusat siap menguncurkan dana untuk infrastruktur. Sementara Pemko Subulussalam menyiapkan dana pendamping untuk pembebasan tanah. Izin prinsip pembangunan harus dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh.

“Setelah kesepakatan  antara Pemko Subulussalam dengan Pemerintah Pusat dirampungkan, Pemko membebaskan tanah sekitar 2 ha di Kecamatan Sultan Daulat serta mendirikan gudang pabrik dengan menelan anggaran mencapai Rp 900 juta,” tutur T Sukandi.

Lebih lanjut T Sukandi menambahkan bahwa ternyata izin prinsip dari provinsi tidak pernah didapatkan sampai dengan saat ini.

“Sampai sekarang tanah lokasi yang dibebaskan tersebut kembali ditumbuhi semak belukar serta bangunan gudang yang didirikan telah menjadi rumah hantu. Inilah di antara fakta  perlakuan diskriminasi provinsi pada wilayah Barsela. Hanya urusan izin prinsip saja enggan mereka berikan,” tutup T Sukandi. (*)

Editor: Darmawan