Leading News For Education For AGENTOTOPLAY Aceh
IndeksRedaksi

Rencana Kenaikan Harga BBM, Pakar UGM Sebut Belum Urgen

Mobil di Atas 1.500 cc Dilarang Isi Pertalite, Berlaku September 2022
Mobil mengisi BBM di SPBU (doc. pixabay.com)

ACEHSIANA.COM, Yogyakarta – Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi sebagaimana disebutkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, dinilai oleh pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), belum urgen. Hal itu disampaikan pakar UGM, Dr Fahmy Radhi MBA, pada Rabu (24/8) di Yogyakarta.

Menurut Fahmy, Presiden Jokowi tidak akan pernah mengumumkan kenaikan harga BBM Subsidi pekan ini, bahkan pekan depan sekali pun. Sebab, lanjut Fahmy, kenaikan harga Pertalite menjadi Rp10.000 dan harga Solar menjadi Rp8.500 sudah pasti akan menyulut inflasi.

“Kontribusi inflasi dampak kenaikan harga Pertalite diperkirakan sebesar 0,93 persen, sedangkan kenaikan harga Solar diperkirakan sebesar 1,04 persen. Diperkirakan, sumbangan inflasi kenaikan Pertalite dan Solar diperkirakan bisa mencapai 1,97 persen. Padahal, inflasi pada Juli 2022 sudah mencapai 5,2 persen sehingga total inflasi akan mencapai 7,17 persen,” ujar Fahmy.

Dikatakan bahwa dibandingkan dengan inflasi pada 2021 hanya pada kisaran 3 persen, maka inflasi 7,17 persen akan memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat dan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai dengan susah payah yakni 5,4 persen.

“Inflasi sebesar 7,17 persen juga dapat menaikkan harga-harga kebutuhan pokok sehingga memperberat beban rakyat, terutama rakyat miskin,” sebut Fahmy.

Fahmy menerangkn bahwa rakyat miskin yang tidak menikmati subsidi BBM karena tidak punya kendaraan bermotor juga harus berkorban akibat penaikan harga BBM subsidi.

“Presiden Jokowi mengatakan bahwa opsi kebijakan yang akan dipilih terkait subsidi BBM adalah tidak memberatkan beban rakyat miskin. Berdasarkan pernyataan Jokowi itu sesungguhnya mengisyaratkan bahwa Jokowi tidak menaikkan harga BBM Subsidi dalam waktu dekat ini karena pertaruhannya cukup besar,” ucap Fahmy.

Fahmy mengakui bahwa beban APBN untuk subsidi energi semakin membengkak hingga mencapai Rp 502,4 triliun.

“Kendati demikian perlu diingat bahwa beban subsidi Rp 502,4 triliun adalah total anggaran subsidi energi yang terdiri dari subsidi BBM, LPG 3 kg, dan listrik yang diperhitungkan berdasarkan beberapa asumsi harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan inflasi,” imbuh Fahmy.

Fahmy menuturkan bahwa realisasi yang benar-benar dikeluarkan (cash out flow) per 31 Juli 2022 atas total subsidi energi baru sebesar Rp 88,7 triliun untuk subsidi BBM dan LPG 3 kg baru sebesar Rp 62,7 triliun.

“Di samping pengeluaran riil subsidi BBM (cash out flow), ada juga tambahan pemasukan riil (cash inflow) di APBN akibat kenaikan harga komoditas ekspor yang meningkat. Berdasarkan komposisi tambahan pemasukan dan pengeluaran APBN 2022, sesungguhnya tidak ada urgensi menaikkan harga BBM subsidi pekan ini, bahkan tidak juga tahun ini,” tutup Fahmi. (*)

Editor: Darmawan