Oleh: Iskandar Muda SP MAP
Pengawas Dinas Pendidikan Aceh, Wilayah Kab. Sekolah Gayo Lues
Sekitar 6.303 siswa lulus Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2022, Aceh Peringkat 8 Nasional! (humannesia.com). Berdasarkan persentase, Aceh peringkat pertama siswa lolos Seleksi SBMPTN yaitu 37,01%! (ajnn.net/news/aceh). Pencapaian yang luar biasa, dimana di tahun 2018 Aceh hanya di urutan ke 23 kebawah. Kiranya seluruh rakyat, menyambut hasil ini. Apresiasi disampaikan kepada sekretaris daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah dan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh, Alhudri. Dimasa keduanya, derajat pendidikan mulai menampakkan ”keistimewaan aceh”. Tentu masih terus ada lagi kurang, bila di kritisi.
Sebenarnya, apa yang terjadi terhadap loncatan besar SNMPTN dan SBMPTN Aceh? Saat taqwallah menggagas program BERSAHAJA (Bereh luar dalam, Sabar-tekun capai prestasi, Harus nyaman, Jaminan KBM dan Kelompok rentan) 2018 lalu bersama Kadisdik Aceh, Alhudri serta melibatkan unsur pendukung, seperti Badan Kepegawaian Aceh (BKA) di ruang beliau. Perencanaanya, berbulan-bulan melibatkan semua unsur profesional dan pimpinan terkait, tentu dalam hal ini Taqwallah sebagai figur sentral, juga merupakan restu gubernur Aceh saat ini, Nova Iriansyah. Disusunlah patron pekerjaan, tujuan, penggerakan, evaluasi dan tindak lanjut. Pergerakan dari otoritas kepemimpinan kepada ”akar rumput” SMA/SMK/SLB seluruh Aceh. Ditahap awal mulai dari sosialisasi, dan kontrak kerja pada semua unsur pimpinan pendidikan. Pemantauan/dialog melalui zoom meeting secara rutin. Kadang berpindah tempat sebagai pusat zoom. Pernah dilaksanakan di SMKN 2 Blangkejeren, Kabupaten Gayo Lues 17 Maret 2022, salah satu kabupaten wilayah tengah Aceh, yang belum lama menjadi kabupaten. Hasilnya dapat dilihat hari ini, pendidikan Aceh meningkat sangat tajam! Dengan sumber daya yang sama, hasil berbeda dari tahun-tahun sebelumnya!
Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah
Apa sebenarnya yang dilakukan Taqwallah dan Alhudri? Secara garis besar bersama unsur pimpinan lainnya adalah pengawasan pendidikan. Mengapa dikatakan sebagai pengawasan? Seperti diketahui pengawasan menurut ahli seperti Sule dan Saefullah (2005:317) “adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang ditetapkan.” (http://repository.uma.ac.id). Controlling is the process of measuring performance and taking action to ensure desired results. Reksohadiprodjo (2008:63) mengemukakan bahwa “Pengawasan merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana agar mereka selalu bertindak sesuai dengan rencana”. Dalam pengawasan terjadi 4 hal, yaitu pembinaan, pemantauan, penilaian dan tindak lanjut.
Personil dinas pendidikan, cabang dinas pendidikan dan warga sekolah tergerak bersamaan. Program BERSAHAJA berdampak pada kenyamanan. Kontrak kerja, berdampak pada fokus pencapaian tujuan. Tentu, untuk menggerakkan ke semua sekolah sampai ke pelosok-pelosok pedesaan, terjauh, terluar, terpencil harus dilaksanakan pengawas sekolah. Karena tidak mungkin, seluruh pekerjaan di awasi pimpinan tertinggi!
”Otoritas dan atau kewenangan” sekda dan kadisdik dalam menggerakkan pendidikan berdampak sangat significant di seluruh kabupaten/kota. Otoritas pimpinan inilah yang sangat mempengaruhi ”bawahan”. Ingat guys…, orientasi personalia sekolah dan pejabat pada umumnya adalah patron/standar yang ditetapkan ”atasan”.
Permasalahan kemudian adalah; bila Taqwallah dan Alhudri tak lagi menjabat di pemerintahan atau kabinet Nova Iriansyah tak lagi diposisi sekarang, apakah keadaan yang sama akan terus terjadi? Masihkah ada program BERSAHAJA? Masih berlanjutkah pemantauan/pengawasan melalui zoom meeting? Masihkah kabupaten/kota dikunjungi pak Taqwa dan Alhudri? Kita tau, kental terjadi: ganti kabinet, ganti program! Jadi bagaimana melestarikan capaian dinas pendidikan sekarang, bila kedua tokoh pemimpin tak lagi di pemerintahan?
Penulis pernah menyampaikan, bahwa tugas paling dominan pada dinas pendidikan adalah pengawasan (Countroling). Mengapa? Karena pendidikan terjadi di sekolah, bukan di kantor. Dinas lebih bersifat, fasilitasi dan pelayanan administrasi. Lihatlah SMA/SMK/SLB Aceh; lebih 28.000 personalia ada di sekolah!, yang tersebar di 23 Kabupaten/Kota lebih dari 800 sekolah! 40% sekolah ada di pelosok/pedesaan, terluar dan terpencil. Jadi, bagaimana menyentuh personil tersebut, tanpa ”tugas pengawasan” rutin?
Sesuai permendikbud Nomor 143 tahun 2014 dan Permenpan RB Nomor 21 tahun 2010 tugas pengawas sekolah adalah Supervisi manajerial/akademik, Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS), Pemantauan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP), Pembimbingan dan Pelatihan (Bimlat) Kepala Sekolah dan guru. Penulis pernah merincikan pekerjaan pengawas sekolah pada tahun 2021, dari 816 SMA/SMK/SLB, 25.000 guru dan 2.500 an pegawai sekolah maka diperhitungkan lebih 140.000 kali atau hari kerja pengawas sekolah! Bila diperbandingkan dengan tugas personil yang ada di kantor Dinas Pendidikan Aceh bersama 20 cabang dinas pendidikan seluruh Aceh kira-kira berjumlah 400 orang; katakan 250 hari kerja dalam 1 tahun (dikurangi libur), secara kasat mata penulis memperkirakan jumlah hari kerja pegawai = 400 x 250 hari =100.000 hari kerja! (perkiraan penulis) dapat dikatakan pekerjaan Dinas Pendidikan Aceh lebih banyak di bidang pengawasan. Masalahnya, mengapa dinas/pemda tidak memperkuat pengawasan? Kita tau ampuhnya pengawasan telah dibuktikan pak Taqwallah dan Alhudri hari ini.
Memang harus diakui, pengawas sekolah harus profesional/kompeten. Namun keprofesional pengawas tak akan berarti tanpa dukungan pemda Aceh dan Dinas Pendidikan. Harus ada pada diri pengawas sekolah adalah: 1) pendelegasian kewenangan yang diperlukan, guna memperkuat otoritas dirinya sebagai perpanjangan tangan pemerintah Aceh dan 2) Fasilitas dan kesejahteraan pengawas sekolah.
Gonjang Ganjing Pengawas Sekolah
Disisi lain, penulis pernah bertanya kepada beberapa kepala sekolah, bila ingin berkarir pilih menjadi pengawas atau jabatan lain seperti struktural. Justru lebih banyak memilih jabatan struktural. Lah, kok begitu ya? Semestinya berupaya keras meraih jenjang jabatan alamiahnya, yaitu pengawas sekolah. Tentu ada tanda tanya besar disini. Mengapa? Secara kasat mata adalah pengawas sekolah belum dilibatkan sebagai perencana dan pengambil keputusan dinas dan kesenjangan kesejahteraan antara pejabat srtruktural dan fungsional pengawas sekolah. Semoga hal ini dapat menjadi dasar berbagi pemikiran bersama untuk memperbaiki!
Jabatan Pengawas Sekolah disebut Kemendikbud sebagai karir fungsional tertinggi guru dan kepala sekolah. Salah satu unsur tenaga kependidikan yang memiliki peran strategis untuk membina, memantau, memberikan supervisi, dan mengevaluasi satuan atau lembaga pendidikan adalah Pengawas Sekolah. Melihat tugasnya tersebut, semestinya pengawas memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan mutu pendidikan, yang pada akhirnya akan mewujudkan visi pendidikan nasional (Kemdikbud, 2008). Wagner dan Hollenbeck (2010:25 )Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki. Dalam proses pendidikan, pengawasan merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah.
Apa kata warga sekolah Gayo Lues terhadap Pengawas Sekolah
Untuk mendapatkan persepsi tentang pengawas sekolah, penulis menjaring pendapat dalam bentuk responden sederhana kepada Kepala Sekolah, guru dan pegawai SMA/SMK/SLB yang tersebar di 8 Kecamatan dari 11 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gayo Lues, provinsi Aceh. Pelaksanaan pengisian responden dilaksanakan pada awal bulan Mei 2022. Jumlah guru yang mengisi responden sebanyak 50 orang dari 350 guru yang ada di kabupaten ini. Jumlah kepala sekolah 12 orang dari 20 kepala sekolah aktif. Responden diminta tanggapan (respon) tentang “Keberadaan Pengawas Sekolah” dan “Pengelolaannya” yaitu dengan memberikan cheklist berupa kondisi “Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral(N), Kurang Setuju (KS) dan Sangat Kurang Setuju (SKS) pada kolom “Keberadaan Pengawas Sekolah” dan kolom “Pengelolaan Pengawas Sekolah”.
Kolom “Keberadaan Pengawas Sekolah” berisi tentang 1) persepsi kehadiran pengawas sekolah, 2) pengaruh pengawas sekolah terhadap peningkatan mutu, 3) Peran Pengawas Sekolah sebagai tugas sangat penting dinas dalam mengelola Pendidikan, 4) Pengaruh Pengawas terhadap kinerja warga sekolah, 5) Kendala pelaksanaan tugas Pengawas Sekolah dan 6) Pengelolaan Pengawas Sekolah oleh dinas Pendidikan. Selanjutnya pada kolom “ Pengelolaan Pengawas Sekolah” responden diminta memberi tanggapan tentang: 1) Pelibatan pengawas sekolah dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan mutu pendidikan, 2) Pengembangan pengelolaan pengawas sekolah pada Dinas Pendidikan 3) Penganggaran 4) Pola pelaksanaan tugas mengedepankan secara tim dan 5) Pentingnya mempertahankan jabatan pengawas sekolah sebagai jabatan karir guru dan kepala sekolah.
Mayoritas guru dan kepala sekolah menyatakan sangat setuju dan setuju terhadap keberadaan pengawas sekolah di Kabupaten Gayo Lues. Pemerintah dapat memberikan penguatan, kewenangan dan anggaran/fasilitas. Pengelolaan pengawas sekolah diharapkan dilibatkan sebagai pengambil keputusan untuk mengelola mutu dinas pendidikan, diberikan kemandirian dalam manajemen dan anggaran serta diharapkan pengawas dijadikan sebagai lembaga tersendiri.
Dapat disimpulkan bahwa guna perbaikan pendidikan Aceh maka perlu, pertama, pergerakan pendidikan akan efektif bila dilaksnakan dengan pengawasan yang baik, yaitu menedepankan professional juga didukung otoritas dan kewenangan pada diri pengawas sekolah. Dengan pengawasan yang baik, budaya prestasi yang telah berkembang, akan dapat lestari, siapapun pejabatnya.
Kedua fasilitasi manajemen pengawas sekolah sangat diperlukan guna mendukung pekerjaan, memperbaiki citra dan harkat jabatan. Jabatan pengawas sekolah adalah “rumah” bagi karir kepala sekolah dan guru berprestasi, selayaknya dilaksanakan up-grade, untuk mendukung citra jabatan tersebut di atas. Ketiga, Kepala Sekolah dan guru pada umumnya sangat membutuhkan peranan pengawas profesional. (*)
Editor: Darmawan