ACEHSIANA.COM, Banda Aceh – Rencana pemerintah untuk memindahkan 137 pengungsi etnis Rohingya dari basement Balai Meuseuraya Aceh (BMA) ke gedung Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh di Jalan Ajuen Jeumpet, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar mendapat penolakan dari warga setempat. Mereka khawatir relokasi tersebut akan menimbulkan konflik dan merugikan masyarakat.
Penolakan warga Ajuen ini disampaikan oleh sejumlah tokoh masyarakat, pemuda, keuchik (kepala desa), serta Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Darul Imarah dan Peukan Bada yang melakukan rapat koordinasi di Gedung PMI Aceh pada Rabu (12/12/2023).
Keuchik Gampong Ajuen Ferdiansyah mengatakan, warga Gampong Ajuen tidak setuju dengan penempatan pengungsi Rohingya di gedung PMI Aceh karena alasan keamanan dan banyak hal lainnya. Ia menjelaskan, Gampong Ajuen merupakan kawasan padat penduduk yang rentan terjadi gejolak jika para pengungsi tetap ditempatkan di sana.
“Kami takut ada gejolak lain nanti yang tidak bisa diprediksi. Dikhawatirkan ada seperti kejadian di tempat-tempat lain, ada demo mungkin, tapi saya tidak bisa memastikan,” ujarnya.
Tokoh masyarakat Gampong Ajuen Junaidi juga menyatakan keberatan dengan relokasi pengungsi Rohingya. Menurutnya, selama ini penanganan Rohingya di Aceh banyak menimbulkan masalah, baik bagi pengungsi itu sendiri maupun masyarakat sekitar.
“Masalah itu muncul karena karakter bawaan Rohingya berbeda dengan kita, kemudian kesiapan kita dalam mengelola pengungsi belum begitu bagus, sehingga banyak masalah muncul pada Rohingya itu sendiri yang dampaknya akan melebar ke masyarakat,” ucap Junaidi.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk mencari solusi lain yang tepat, yang tidak menimbulkan persoalan bagi masyarakat baik aspek sosial, maupun aspek hukum.
Sementara itu, Ketua Pemuda Gampong Ajuen Reza Aulia menilai, para pengungsi Rohingya itu sulit dijaga untuk tetap berada di lokasi penampungan. Ia khawatir, para pengungsi dapat dengan mudah meninggalkan penampungan dan menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
“Kami menolak para pengungsi Rohingya ditempatkan di PMI di Gampong Ajuen karena disini langsung bersinggungan dengan masyarakat. Jadi akan sangat kewalahan dari pihak masyarakat, maupun dari pihak keamanan untuk mengawasi mereka,” sebut Reza.
Ia menambahkan, berdasarkan pengalaman dari beberapa lokasi penampungan sementara etnis Rohingya lainnya di Aceh, banyak dari para pengungsi tersebut kabur dari penampungan sehingga sangat meresahkan warga.
“Yang kita jaga adalah manusia. Begitu kita jaga di pintu A, mereka akan cari kesempatan untuk keluar dari pintu B,” tambah Reza.
Rencana relokasi pengungsi Rohingya di Aceh ini sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Ia mengatakan, pemerintah akan memindahkan para pengungsi dari basement BMA ke gedung PMI Aceh yang lebih layak.
Penyataan Mahfud MD ini muncul usai ratusan mahasiswa di Aceh menggelar aksi penolakan terhadap pengungsi Rohingya yang berada di basement BMA usai pendaratan di pantai Blang Ulam, Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar pada Minggu (10/12/2023).
Para mahasiswa menuntut pemerintah untuk segera mengevakuasi para pengungsi Rohingya dari Aceh dan mengirim mereka ke negara tujuan mereka, seperti Malaysia. Mereka juga menolak adanya relokasi pengungsi ke tempat lain di Aceh.
Indonesia telah menerima kedatangan sejumlah pengungsi Rohingya dari Myanmar yang melarikan diri dari kekerasan dan diskriminasi di negara asal mereka. Menurut data UNHCR, badan PBB yang menangani pengungsi, saat ini ada sekitar 644 pengungsi Rohingya yang ditampung di tiga lokasi berbeda di Aceh, yaitu Lhokseumawe, Pidie, dan Aceh Besar.
UNHCR mengapresiasi sikap kemanusiaan pemerintah dan masyarakat Aceh yang telah memberikan perlindungan dan bantuan kepada para pengungsi Rohingya. UNHCR juga berharap agar pemerintah dapat menemukan solusi jangka panjang yang adil dan bermartabat bagi para pengungsi tersebut. (*)
Editor: Darmawan