ACEHSIANA.COM, Banda Aceh – Aksi pawang hujan yang dilakukan oleh Rara Istiati Wulandari atau yang lebih akrab disapa Mbak Rara, di Stadion Harapan Bangsa Lhong Raya, Banda Aceh pada Selasa (27/8), menuai kontroversi.
Aksi tersebut mendapatkan perhatian serius dari Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, karena dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam yang berlaku di Aceh.
Selain itu, aksi tersebut juga memicu respon negatif dari warganet.
Safrizal menegaskan bahwa ia telah meminta Mbak Rara untuk segera dipulangkan dari Banda Aceh.
Ia juga memerintahkan pihak yang membawa Mbak Rara ke Aceh untuk meminta maaf secara terbuka.
“Ternyata yang membawa Mbak Rara adalah PT. Wijaya Karya (WIKA). Saya sudah perintahkan mereka untuk minta maaf secara terbuka dan besok Mbak Rara akan dipulangkan,” ujar Safrizal.
Aksi Mbak Rara viral di media sosial setelah muncul rekaman video berdurasi 27 detik yang memperlihatkan sosok perempuan yang diduga adalah Mbak Rara, berjalan di pinggir Stadion Harapan Bangsa.
Dalam video tersebut, Mbak Rara tampak membawa benda yang diduga sebagai sesajen sambil menengadahkan kepala ke langit.
Seorang pekerja terlihat mengikuti langkahnya, sementara orang-orang di sekitarnya menyaksikan aksinya dari pinggir lapangan dan tribun stadion.
Video ini pertama kali dipublikasikan oleh laman matadonyacom dan wisataaceh, yang kemudian mendapatkan ratusan komentar dari warganet.
Banyak yang mempertanyakan siapa pihak yang mengundang atau membawa Mbak Rara ke Banda Aceh.
Menurut Safrizal, pihak yang bertanggung jawab adalah PT. Wijaya Karya (WIKA), sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tengah mengerjakan rehabilitasi Stadion Harapan Bangsa dan 11 venue lainnya di Banda Aceh.
Stadion ini akan menjadi tempat pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI pada 9 September 2024 mendatang, yang rencananya akan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Nama Mbak Rara mulai dikenal luas setelah aksinya sebagai pawang hujan pada ajang balapan MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2022.
Namun, aksinya kali ini di Aceh mendapat kecaman karena dianggap tidak sesuai dengan adat istiadat dan syariat Islam yang berlaku di provinsi tersebut.
Pj Gubernur Aceh berharap agar ke depan, kejadian serupa tidak terulang lagi, terlebih di acara-acara penting yang melibatkan masyarakat luas.
Ia juga menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai agama dan budaya lokal di setiap penyelenggaraan acara di wilayahnya. (*)
Editor: Darmawan